Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Gus Dur: Enakan Jadi Gus, Dikit-Dikit Makan Dikit-Dikit Tidur

Qur'anul Hidayat , Jurnalis-Jum'at, 12 Januari 2024 |05:08 WIB
Gus Dur: Enakan Jadi Gus, Dikit-Dikit Makan Dikit-Dikit Tidur
Gus Dur. (Foto: Istimewa)
A
A
A

SEORANG pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri pernah menanyakan langsung kepada Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tentang alasannya lebih memilih dipanggil ‘Gus’ ketimbang ‘Kiai’. Apa jawaban Gus Dur?

“Saya sih lebih senang dipanggil ‘Gus’! Sebutan ‘kiai’ terlalu berat buat saya. Kiai itu kan harus kuat tirakat: makan sedikit, tidur sedikit, ngomongnya juga sedikit… Nggak kuat saya…. Enakan jadi gus saja: dikit-dikit makan, dikit-dikit tidur, dikit-dikit ngomong…” ucap Gus Dur, seperti dikisahkan Yahya Cholil Staquf dan dikutip dari NU.or.id

 BACA JUGA:

Di kalangan masyakarat pesantren, gelar 'kiai' pada mulanya disematkan kepada sesiapa yang diakui keunggulan ilmunya dan diyakini kematangan ruhaninya serta mengasuh pondok pesantren. Bahkan, pada 1930-an pernah diadakan bahtsul masail di antara para ulama Indonesia yang bermukim di Makkah pada waktu itu.

Pokok bahasannya: “Bolehkah memanggil atau memberi gelar ‘kiai’ kepada orang tidak berhak?”

Jawabannya: “Tidak boleh”!

Tapi penetapan hasil bahtsul masail di Makkah itu tidak lama pengaruhnya. Makin lama, kriteria ke-kiai-an cenderung makin longgar.

Misal di kampung-kampung, orang yang dituakan asalkan sudah bisa memimpin tahlil, dipanggillah ia kiai. Semua muballigh dipanggil kiai, tak peduli kalaupun profesi utamanya yang asli adalah penyanyi atau pelawak.

Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama, orang yang walaupun bukan ahli agama tapi bisa menjabat Ketua Tanfidziyah dalam waktu cukup lama, bisa lantas dipanggil kiai. 

Tak heran jika sering dijumpai mantan Ketua Tanfidziyah di berbagai tingkatan yang sesudah habis masa baktinya kemudian masuk jajaran Syuriyah, bahkan menjadi Rais!

Ya disebut dengan panggilan 'kiai' memang menyenangkan, walaupun dirimu sendiri menyadari belum maqam-mu. Apalagi, kalau kemudian orang-orang berebut menciumi tanganmu bolik-balik. Hanya yang sungguh-sungguh orang baik saja yang merasa jengah karenanya.

Barangkali hanya ada satu orang yang walaupun sudah menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU sekaligus pengurus MUI pusat tapi justru sakit hati kalau dipanggil dengan embel-embel kiai. Yaitu: Pak Slamet (Drs. H. Slamet Efendi Yusuf).

Adapun yang sekadar enggan saja tapi tidak sampai sakit hati juga ada. Yakni: Gus Dur.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement