Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Prabu Revolusi Kritik Gerakan Kampus, Dosen Unisba: Akademisi Sedang Menjaga Etika Demokrasi

Agung Bakti Sarasa , Jurnalis-Kamis, 08 Februari 2024 |13:31 WIB
Prabu Revolusi Kritik Gerakan Kampus, Dosen Unisba: Akademisi Sedang Menjaga Etika Demokrasi
Dosen Unisba Fadhli Muttaqien (Foto: Agung Bakti Sarasa)
A
A
A

BANDUNG - Pembawa acara sekaligus Dosen Universitas Paramadina, Prabunindya Revta Revolusi ikut berkomentar terkait gerakan petisi dan pernyataan sikap dari sivitas akademika berbagai Universitas yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurutnya, kepentingan politik tidak elok dicampuradukan dengan kampus, apalagi secara tidak resmi mewakili lembaga kampus.

“Menurut saya sangat tidak elok ketika kampus dicampur adukan dengan kepentingan politik, apalagi tidak secara resmi mewakili kampus, jika memang gerakan itu mewakili kampus maka perlu ada lembaga resmi untuk menunjukan sikap dari kampus,” ucapnya dalam unggahan video yang tersebar di aplikasi TikTok.

“Apalagi rektor ataupun juga pimpinan dari kampus tersebut banyak yang memberikan sanggahan bahwa petisi tersebut mewakili kampus, saya juga salah satu dosen di salah satu kampus, dan saya merasa tidak mewakili, saran saya jangan bawa nama kampus,” lanjutnya.

Pernyataan tersebut ditanggapi oleh Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Bandung (Unisba), Fadhli Muttaqien. Menurutnya, kritik yang dilakukan oleh para akademisi dan guru besar merupakan gerakan yang sangat benar untuk menjaga nilai-nilai demokrasi atau menjaga etika demokrasi.

“Karena memang kampus sebagai satu lembaga pendidikan yang memproduksi kebenaran dan kampus sebagai kompas kebenaran sudah selayaknya memberikan masukan pada bangsa dan negara ini, sebagai fungsinya untuk tetap memastikan negara kita tetap di jalan demokrasi yang seharusnya,” ujar Fadhli, Kamis (8/2/2024).

Terkait kampus yang tidak melibatkan strukturalnya seperti rektor, menurut Fadhli hal tersebut memiliki kepentingan lain mengenai administrasi kampus. Dan hal tersebut tidak usah menjadi problema. Pasalnya, masih ada substansi lain dari gerakan para guru besar ini.

“Itu terkait kepentingan dari kampus tersebut, artinya kampus berada di bawah Kemendikbud ristek bahwa anggaran harus mengenai hal-hal administrasi kampus kan berada di bawah kementerian dan kementerian berada dibawah presiden artinya ada kepentingan yang harus dijaga,” ujarnya.

“Hal ini menjadi wajar, tidak harus menjadi problem atau simbol kalau ini gerakannya perorangan. Menurut saya yang menjadi substansi adalah untuk agar bangsa kita tetap berada dijalur demokrasi yang benar dan berada dalam etika demokrasi yang baik,” sambung dia.

Menurutnya, jika sebuah kekuasaan atau wilayah politik tidak dituntut untuk oleh value intelektual, maka bangsa Indonesia akan terjerumus ke dalam lahat kezaliman.

“Kan ini yang menjadi satu kekhawatiran, ketika politik tidak dituntut untuk oleh value intelektual yang ada dituntun hanya oleh gerakan kekuasaan, yang nantinya bisa menjerumuskan bangsa kita ke liang lahat kezaliman,” ujarnya.

Adapun terkait pro dan kontra yang datang dari berbagai politikus, menurut Fadhli hal tersebut dianggap wajar dan tidak perlu dihiraukan. Lebih penting dari hal tersebut, kata Fadhli, yaitu mempertahankan bangsa untuk tetap berada di jalur demokrasi yang benar.

“Anggap saja sebagai angin lalu. Bahwa setiap gerakan kebenaran selalu ada perlawanan dari gerakan yang salah. Kalau kampus dianggap sebagai partisan atau tidak partisan atau terafiliasi tidak terafiliasi, itu lain hal, yang penting kampus tetap menjaga nilai-nilai kebenaran dan tetap jadi kompas kebenaran untuk negara,” ujar Fadhli yang juga mantan Presiden Mahasiswa Unisba tersebut.

Fadli juga mengatakan, jika gerakan ini tidak juga menjadi sentilan untuk para petinggi negara, artinya kampus dan para guru besar tidak dianggap penting dan hanya mementingkan wilayah politik saja.

“Kalau gerakan kampus ini tidak juga disadari oleh oleh para pemimpin pemerintahan, artinya pemerintah Jokowi atau pemerintahan pada rezim ini tidak menganggap penting faktor intelektual. Artinya, kampus tidak dianggap penting, guru besar tidak dianggap penting, yang dianggap penting hanya yang ada di wilayah politik dan kekuasaannya saja,” tandasnya.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement