JAKARTA - Penetili Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Johanna Poerba menyoroti persoalan penyitaan handphone milik Aiman Witjaksono oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Setidaknya, ada dua hal yang menjadi catatan dalam persoalan Aiman.
"Kami dari ICJR mencatat dua hal penting, pertama terkait penyitaan," ujarnya pada wartawan, Jumat (23/2/2024).
Menurutnya, penyitaan handphone milik Aiman berangkat dari adanya dugaan penyebaran berita bohong. Sejatinya, bukti yang dibutuhkan aparat penegak hukum itu informasi pernyataan dari Aiman, yang mana bisa didapatkan dengan mudah, tanpa harus menyita handphone milik Aiman.
"Bukti yang dibutuhkan APH adalah informasi pernyataan dari mas Aiman sendiri yang bisa didapatkan dengan mudah, tanpa perlu adanya pemeriksaan digital ataupun digital forensik atas ponsel mas Aiman," tuturnya.
Kedua, kata dia, penyitaan merupakan upaya paksa yang sejatinya penting untuk dilakukan checks and balances. Seharusnya, penyidik mengikuti ketentuan pasal 38 KUHAP yang memang penyitaan harus dengan izin dari ketua pengadilan setempat.
"Kami sayangkan ketika penyidik mengambil langkah simpel, mudah, atau cepat tuk memproses kasus ini," jelasnya.
Dia menerangkan, berkaitan dugaan kriminalisasi terhadap Aiman, sesuai pasal 14-15, undang-undang 146 tentang berita bohong, sementara apa yg disampaikan Aiman sejatinya suatu bentuk kritik mengingatkan netralitas aparat. Persoalan netralitas aparat itu sejatinya bukan kali itu saja disampaikan, sebagaimana disampaikan Aiman.