Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Bawaslu Sebut Metode Pemungutan di Luar Negeri Perlu Dievaluasi

Danandaya Arya putra , Jurnalis-Kamis, 29 Februari 2024 |22:27 WIB
 Bawaslu Sebut Metode Pemungutan di Luar Negeri Perlu Dievaluasi
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. (MPI)
A
A
A

JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja menilai, banyaknya masalah untuk pemungutan suara di Luar Negeri (Luar Negeri) perlu dilakukan evaluasi. Metode pemungutan suara di luar negeri ada tiga, yakni Tempat Pemungutan Suara (TPS) LN, metode pos, dan Kotak Suara Keliling (KSK).

Bagja menyoroti soal metode KSK ini perlu dievaluasi. Dia menyebut penempatan Kotak Suara harus dipikirkan secara matang.

"Banyak hal. Metode pos perlu dievaluasi, kemudian metode KSK misalnya kalau dijelaskan lebih detail lagi tentang metode KSK," kata Bagja di kantor KPU RI, Kamis (29/2/2024).

"Bagaimana kemudian penempatan KSK ditempatkan bagaimana, kriterianya seperti apa, itu harus dihitung betul ke depan," sambungnya.

Sebagai informasi, tujuh orang 7 orang Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur ditetapkan tersangka oleh Bareskrim Polri, karena adanya dugaan pidana pemilu soal pencocokan dan penelitian (Coklit). Akibatnya akan dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur.

Sepengetahuannya pada pemilu 2019 tidak ada catatan pelanggaran pidana untuk petugas pemungut suara, “2019 cuma pelanggaran administrasi. Enggak ada pelanggaran pidana,” sambungnya.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengungkap, pihaknya telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan pelanggaran Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Djuhandhani menjelaskan, penetapan ketujuh tersangka terkait dugaan penambahan jumlah pemilih itu dilakukan dalam gelar perkara pada Rabu 28 Februari 2024.

"Menambah jumlah yang sudah ditetapkan ditambah lagi jumlahnya. (Per hari ini sudah ada) 7 tersangka," kata Djuhandhani saat dikonfirmasi, Kamis (29/2/2024).

Tujuh tersangka itu, kata Djuhandhani, merupakan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur yang diduga dengan sengaja menambah, atau mengurangi daftar pemilih setalah daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan.

"Dugaan tindak pidana pemilu berupa dengan sengaja menambah atau mengurangi daftar pemilih dalam pemilu setelah ditetapkannya daftar pemilih tetap dan/atau dengan sengaja memalsukan data dan daftar pemilih," katanya.

"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 545 dan/atau Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang terjadi di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia dalam kurun waktu sekitar tanggal 21 Juni 2023 sampai sekarang," sambungnya.

Djuhandhani menegaskan, pihaknya masih akan mendalami dan menyelesaikan berkas perkara tersebut.

"Dengan waktu tinggal 6 hari kami harus selesaikan berkas perkara karena penanganan Tindak Pidana Pemilu hanya 14 hari. Saat ini, penyidik sedang bekerja keras menyelesaikan berkas tersebut," ucapnya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement