Ketiga agama tersebut hidup rukun berdampingan, bahkan ketiga tempat ibadah mereka berdekat. Masjid Miftakhul Huda yang menjadi tempat ibadah umat islam berdiri menghadap lapangan sepakbola, di seberang lapangan sepakbola desa setempat berdiri Gereja Kristen Jawi (GKJ) Desa Balun. Bahkan tepat di belakang masjid tersebut, sebuah pura yang menjadi tempat ibadah umat hindu warga Desa Balun dan sekitarnya.
Kepala Desa Balun Khusyairi mengungkapkan, suasana kebersamaan dan toleransi para warga desa sudah ada jauh sebelum dirinya menjabat kepala desa. Bahkan nilai-nilai toleransi sudah diwarisi secara turun temurun tanpa peduli itu apapun agamanya.
"Sama dengan daerah lain, agama di sini juga berkembang turun-temurun. Ada yang memeluk Islam, Kristen dan juga Hindu," ujar Khusyairi, ditemui di rumahnya.
Bahkan kata Khusyairi, ketika dinamika politik di Pemilu 2024 hingga berbagai peristiwa yang sempat menggoyang toleransi beragama di Jawa Timur, seperti ledakan bom di gereja Surabaya tak membuat warga hilang rasa toleransinya. Bahkan situasi ini kian terlihat ketika puasa seperti saat ini. Dimana toleransi begitu dijunjung tinggi.
"Jangan harap yang non islam akan terlihat merokok, atau makan di luar saat seperti ini. Merokok saja tidak, apalagi kok makan. Intinya ya mengerti-lah kalau saudara muslim sedang puasa," terangnya.
Sementara itu, Ketua Gereja Kristen Jawi (GKJ) Desa Balun, Sutrisno mengungkapkan, momentum bulan Ramadan seperti saat ini menjadi salah satu contoh bagaimana toleransi begitu tinggi di Balun. Makanya kendati ia tak berpuasa, ia sama sekali tak merokok bahkan menyembunyikan minuman di hadapan tamu yang muslim.
"Makanya kami menemui njenengan niki (kamu ini) kan ya tidak merokok meski biasanya ya jedal jedul (mengepul) rokok-nya, air putih juga saya masukkan. Karena saya tahu njenengan (kamu) sedang puasa," kata Sutrisno, yang kediamannya hanya berjarak 20 meter selatan Masjid Miftakhul Huda.