MALANG - Sosok KH. Thohir menjadi salah satu tokoh penting yang melanjutkan penyebaran agama Islam di Malang raya.
Sosoknya merupakan menantu anak pertama dari Kiai Hamimuddin yang menjadi pendiri masjid dan pondok pesantren (Ponpes) Bungkuk yang menjadi tertua di Malang, yang juga pengikut sekaligus laskar Pangeran Diponegoro saat peperangan melawan Belanda di tahun 1825 sampai 1830.
KH. Moensif Nachrawi, selaku generasi keempat Kiai Hamimuddin mengungkapkan, kakeknya KH. Thohir memang istimewa, beliau merupakan salah satu waliyullah dengan karomah dan kharisma yang luar biasa. Bahkan karena keistimewaannya KH. Thohir yang menunaikan ibadah haji di tahun 1930 bersama istrinya Nyai Siti Murthosiah, anaknya Kiai Anwar beserta dua putranya, Hamid dan Mudjib, membuat banyak masyarakat yang mengantarkannya sampai ke pelabuhan di Surabaya.
"Saat itu katanya antusias masyarakat untuk mengantar Kiai Thohir ke Makkah luar biasa. Di sepanjang jalan, dari Singosari sampai pelabuhan, ramai dipenuhi lautan manusia yang mengelukan Kiai Thohir," ucap Moensif Nachrawi, beberapa waktu lalu saat ditemui di kediamannya di Jalan Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Singosari, Kabupaten Malang.
Banyaknya warga yang menyambut keberangkatan KH. Thohir ke tanah suci membuat Belanda yang tengah menjajah Indonesia waspada. Belanda memberikan perhatian lebih kepada tokoh-tokoh yang berangkat haji, karena takut akan adanya pemberontakan atau perlawanan saat tokoh Islam usai menjalankan ibadah haji.
Pria berusia 89 tahun ini bercerita, jika memang saat kepergian untuk berangkat haji, kakeknya saat itu sempat menarik banyak perhatian pemerintah Belanda. Sampai-sampai, Belanda menyediakan kendaraan khusus untuk mengantar rombongan menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
"Kiai Thohir ditandu dan diusung untuk melewati kerumunan orang. Sedangkan rombongan lain dilewatkan di jalur yang berbeda untuk bisa sampai di kapal yang akan memberangkatkan mereka," ujar dia.
Namun mengenai apakah kedua orang itu menjadi orang pertama yang berangkat haji dari Malang raya seperti cerita - cerita yang beredar, KH. Moensif tak mengetahui secara pasti.