Awalnya Kiai Hamimuddin mengajarkan agama Islam ke masyarakat di sebuah gubuk kecil dari gedeg atau anyaman bambu. Di sinilah Kiai Hamimuddin akhirnya terus mengajarkan masyarakat perihal agama islam, termasuk salat dan ngaji. Bangunan kecil gubuk itu lantas digunakan untuk kegiatan mengaji, termasuk salat di lingkungan yang saat ini masih mayoritas pemeluk agama Hindu.
"Kiai Hamimuddin mengajar, disana ngajar ngaji, ngajar salat, di sana gede wong bungkuk bungkuk. Orang-orang nggak tahu aktivitas apa, cuma tahunya ada orang aktivitas bungkuk - bungkuk, ada aktivitas orang yang lelaki ruku' sujud itu yang diajarkan kyai Hamimuddin," paparnya.
Dari sanalah akhirnya asal usul kata Bungkuk yang populer hingga dikembangkan menjadi sebuah masjid muncul. Apalagi istilah bungkuk saat itu begitu lebih mudah dipahami kata Moensif, bagi masyarakat awam yang masih kental dengan pemeluk agama Hindunya.
"Dia sujud itu tahunya wong kok jadi gini wong bungkuk, bungkuk yang rupanya sampai sekarang dilestarikan wilayah ini namanya wilayah bungkuk," ungkap dia.
Berikutnya karena semakin hari semakin banyak orang yang belajar agama Islam, mau tidak mau Kiai Hamimuddim akhirnya memperluas bangunan pondok pesantren (Ponpes). Pria yang merupakan bekas laskar Pangeran Diponegoro ini juga membangun sebuah masjid yang lebih besar dibanding sebelumnya.
"Akhirnya harus dibikin tempat ibadah yang lebih besar, masjid harus diperluas, tempat pondok pesantren harus diperluas lagi," tukasnya.
(Awaludin)