GAZA - Fadi al-Zant yang berusia enam tahun mengalami kekurangan gizi akut. Tulang rusuknya menonjol di bawah kulit kasar, matanya cekung saat ia terbaring di tempat tidur di rumah sakit (RS) Kamal Adwan di Gaza utara, tempat kelaparan melanda.
Kaki Fadi yang kurus tidak mampu lagi menopangnya untuk berjalan. Foto-foto Fadi sebelum perang menunjukkan seorang anak yang tersenyum dan tampak sehat. Dia berdiri dengan celana denim biru di samping saudara kembarnya yang lebih tinggi dengan rambut disisir. Sebuah klip video pendek menunjukkan dia menari di sebuah pesta pernikahan dengan seorang gadis kecil.
Fadi menderita penyakit fibrosis kistik. Menurut ibunya, Shimaa al-Zant, sebelum konflik, ia mengonsumsi obat-obatan yang tidak dapat lagi ditemukan oleh keluarganya dan mengonsumsi berbagai jenis makanan seimbang yang tidak lagi tersedia di daerah kantong Palestina.
"Kondisinya semakin buruk. Dia semakin lemah. Dia terus kehilangan kemampuannya untuk melakukan sesuatu," katanya dalam video yang diperoleh Reuters dari seorang pekerja lepas.
“Dia tidak bisa berdiri lagi. Saat saya membantunya berdiri, dia langsung terjatuh,” lanjutnya.
Sang ibu mengatakan di kehidupannya dahulu sebelum perang, makanan favorit Fadi adalah ayam shawarma, hidangan panggangan Levantine, dan dia makan banyak buah dan minum banyak susu.
Ketika perang dimulai, keluarga tersebut meninggalkan rumah mereka di distrik al-Nasr di Kota Gaza, yang mengalami kerusakan luas akibat pemboman. Mereka mengungsi sebanyak empat kali sebelum tiba di Beit Lahia.
Kondisi Fadi mulai memburuk sekitar dua bulan lalu dan dia dirawat di RS Kamal Adwan. Adapun Creon, obat yang dibutuhkan penderita fibrosis kistik untuk melengkapi enzim pankreas yang membantu mencerna makanan tidak tersedia. Terkadang, Fadi mengalami diare sebanyak 10 kali dalam satu malam.
Sebelum perang, anak tersebut memiliki berat 30kg (66 lb). Sekarang beratnya hanya 12kg (26 lb).
"Dulu dia makan enak. Pengobatannya tersedia. Wajahnya penuh semangat. Dia anak yang tidak kelihatan sakit. Dia bersekolah di taman kanak-kanak bersama kakaknya," katanya.
COGAT Israel, badan militer yang menangani pengiriman bantuan ke Gaza, tidak menanggapi pertanyaan tentang ketersediaan Creon, namun mengatakan Israel tidak menolak satu pun pengiriman pasokan medis.
Reuters tidak dapat menentukan secara independen apakah pengiriman tersebut telah diblokir, atau memverifikasi dengan pejabat rumah sakit sejauh mana pasokan Creon terganggu.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan kurangnya obat-obatan berkontribusi terhadap memburuknya kondisi anak-anak yang meninggal.
Badan-badan PBB mengatakan selain anak-anak seperti Fadi yang sudah memiliki riwayat penyakit tertentu, risiko penyakit ini juga meningkat dengan cepat bagi anak-anak lain di Gaza.
Sementara itu, di pusat kesehatan al-Awda di Rafah, lebih dari selusin perempuan duduk atau berdiri merawat anak-anak mereka yang kekurangan gizi.
Sebagian besar anak-anak di bangsal tersebut sudah mempunyai masalah kesehatan sebelum perang. Namun gambar yang ditunjukkan oleh orang tua dari dua anak tersebut kepada Reuters menunjukkan bahwa mereka terlihat jauh lebih sehat dibandingkan sekarang.
Pada 4 Maret lalu, Yazan al-Kafarna yang berusia 12 tahun, yang menderita kelumpuhan otak, meninggal di Gaza selatan, beberapa hari setelah Reuters mengambil foto yang menunjukkan bahwa ia sangat kurus.
Perawat bangsal, Amira Abu Juwaiyad, mengatakan rumah sakit tidak dapat menyediakan cukup susu untuk bayi dan 10-15 kasus datang setiap hari dalam kondisi “bencana”. Abu Juwaiyad tidak menyebutkan berapa banyak susu yang tersedia sebelum perang.
Di sisi lain, Umm Mesbah Heji duduk menggendong putrinya yang berusia lima tahun, Israa, yang menderita lumpuh dan menderita epilepsi.
Para dokter dan lembaga bantuan mengatakan lebih dari lima bulan setelah kampanye darat dan udara Israel, yang diluncurkan sebagai tanggapan terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober, terjadi kekurangan makanan, obat-obatan dan air bersih di Gaza.
Rumah sakit Kamal Adwan, yang merawat Fadi, juga telah merawat sebagian besar dari 27 anak yang menurut kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi dalam beberapa pekan terakhir.
Korban lainnya meninggal di Rumah Sakit al-Shifa Kota Gaza, juga di wilayah utara. Di kota paling selatan, Rafah, tempat badan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan lebih dari 1 juta warga Palestina mencari perlindungan dari serangan Israel.
Reuters melihat 10 anak-anak yang mengalami kekurangan gizi parah selama kunjungan pekan lalu ke pusat kesehatan al-Awda di Rafah, diatur dengan staf perawat yang memberi kantor berita akses tanpa hambatan ke bangsal tersebut. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen jumlah kematian yang dilaporkan oleh kementerian tersebut.
Pengawas kelaparan dunia, Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), dalam sebuah tinjauan pada Senin (18/3/2024), tanpa tindakan segera, kelaparan akan melanda antara sekarang dan Mei di Gaza utara, di mana 300.000 orang terjebak akibat pertempuran.
Skenario yang paling mungkin dari tinjauan tersebut adalah bahwa tingkat malnutrisi akut dan kematian yang sangat kritis akan segera terjadi pada lebih dari dua pertiga penduduk di wilayah utara. IPC terdiri dari badan-badan PBB dan kelompok bantuan global.
COGAT Israel, tidak secara spesifik menanggapi pertanyaan Reuters tentang kematian anak-anak akibat kelaparan dan dehidrasi. Israel dilaporkan tidak membatasi jumlah bantuan yang bisa masuk.
Setelah peninjauan IPC, juru bicara pemerintah Israel Eylon Levy memposting di X bahwa jumlah truk makanan telah meningkat pada bulan Maret dan bahwa Israel mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan upaya pengiriman” ke utara.
“Itu penilaian yang buruk, berdasarkan gambar yang sudah ketinggalan zaman,” katanya tentang ulasan tersebut.
Gedung Putih merujuk pada komentar Reuters dari penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, yang mengatakan tanggung jawab untuk mengatasi kelaparan yang akan datang pertama dan terutama dimulai dari Israel.
Kepala USAID Samantha Power mengatakan penilaian IPC menandai tonggak sejarah yang mengerikan dan meminta Israel untuk membuka lebih banyak jalur darat.
Menanggapi pertanyaan Reuters mengenai laporan IPC, pejabat senior Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan Perdana Menteri (PM) Israel Binyamin Neaenyahu menentang dunia dan melakukan pembunuhan terhadap rakyat Palestina di Gaza dengan bom dan kelaparan.
Badan-badan bantuan PBB mengatakan “hambatan besar” untuk menyalurkan bantuan ke utara Gaza hanya akan diatasi dengan gencatan senjata dan pembukaan perbatasan yang ditutup oleh Israel setelah 7 Oktober.
Badan anak-anak PBB, UNICEF, mengatakan pada Jumat (15/3/2024) bahwa hampir 1 dari 3 anak di bawah dua tahun di Gaza utara menderita kekurangan gizi akut, dua kali lebih banyak dibandingkan pada bulan Januari.
Di tempat penampungan dan pusat kesehatan yang dikunjungi oleh UNICEF dan mitranya, 4,5% anak-anak mengalami wasting (kekurangan gizi) yang parah, yang merupakan bentuk malnutrisi yang paling mengancam jiwa, katanya.
“Kecuali pertempuran berhenti dan lembaga-lembaga bantuan mempunyai akses penuh ke seluruh Gaza, maka ratusan bahkan ribuan anak-anak akan mati kelaparan,” kata Direktur eksekutif UNICEF Catherine Russell pada Selasa (20/3/2024) dalam pernyataan bersama dengan Program Pangan Dunia (WFP).
Laporan IPC mengatakan jika Israel melanjutkan serangan yang dijanjikan di Rafah, 1,1 juta orang di Gaza, atau setengah dari jumlah penduduk Gaza, diperkirakan akan menghadapi kekurangan makanan yang ekstrim, yang mengakibatkan kelaparan dan kematian di rumah tangga.
Human Rights Watch mengatakan pada akhir Februari bahwa Israel menghalangi penyediaan layanan dasar serta masuknya dan distribusi bahan bakar dan bantuan penyelamatan nyawa di Gaza. Dilaporkan bahwa ini adalah “hukuman kolektif,” yang dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional.
(Susi Susanti)