Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang Disebut Keturunan Nabi Muhammad

Rachel Eirene Nugroho , Jurnalis-Rabu, 24 April 2024 |16:21 WIB
Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang Disebut Keturunan Nabi Muhammad
Profil Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang disebut keturunan Nabi Muhammad (Foto: AFP)
A
A
A

IRAN Ebrahim Raisi sebagai seorang ketua kehakiman telah terpilih menjadi Presiden Iran selanjutnya di tengah terjadinya situasi krisis di Iran. Walaupun mendapat dukungan dari kubu konservatif beserta garis keras revolusioner dan basisnya, ia tetap menjadi seorang hakim agung hingga akhirnya nanti mengambil alih jabatan presiden pada awal Agustus.

Ebrahim Raisi mengenakan sorban hitam yang dimana menandakan bahwa ia merupakan seorang sayyid, keturunan Nabi Muhammad. Hal ini juga dilakukan oleh Ayatollah Ali Khamenei sebagai pemimpin tertinggi Iran.

Mengutip dari Aljazeera, Ebrahim Raisi yang tumbuh dalam keluarga ulama lahir di Masyhad, timur laut Iran. Kota besar tersebut merupakan pusat keagamaan bagi Muslim Syiah karena terdapat tempat suci imam kedelapan yaitu Imam Reza. Raisi telah menghadiri seminari di Qom ketika masih berumur 15 tahun dan disana, beliau belajar dibawah bimbingan beberapa ulama terkemuka seperti Khamenei.

Raisi pernah menyatakan ketika debat presiden bahwa selain menempuh pendidikan seminari di Qom, ia juga memiliki gelar PhD di bidang hukum. Revolusi 1979 belum terjadi ketika Raisi mulai menempuh pendidikan seminari di Qom sehingga pemerintahan Mohammad Reza Shah Pahlavi masih memimpin Iran saat itu.

Konon katanya Raisi ikut terlibat dalam serangkaian peristiwa yang menggulingkan pemerintahan Syah dan kemudian membangun lembaga ulama baru di bawah Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Raisi pernah mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2017 dengan lawannya yaitu Rouhani, seorang moderat yang memperjuangkan keterlibatan dengan negara Barat serta perjanjian nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara besar dengan imbalan dicabutnya sanksi multilateral atas pembatasan program nuklir Iran.

Namun hasilnya bagi Raisi tidak begitu baik karena kalah dalam pemilu dari Rouhani dengan jumlah pemilih 73% dan membutuhkan sekitar 16 juta suara atau 38% untuk memenangi pemilu.

Pemimpin tertinggi mengangkat Ebrahim Raisi sebagai hakim agung pada tahun 2019. Pemimpin tersebut semakin menguatkan citranya yang anti korupsi dengan posisi tersebut. Banyak persidangan publik yang telah dilakukan dan juga mengadili tokoh-tokoh yang dekat dengan pemerintah dan peradilan. Kampanye kepresidenannya pun dimulai kembali dengan melakukan kunjungan ke hampir seluruh 32 provinsi di Iran.

Raisi menggambarkan dirinya sebagai pendukung para pekerja keras Iran dan tetap meningkatkan bisnis lokal walau sedang diberi sanksi oleh AS. Kampanye Raisi pada tahun 2021 mengusung tema yang hanya memberikan janji-janji terbatas karena tidak ada kandidat lain lagi yang dapat memberikan tantangan serius kepada Raisi ketika situasi ekonomi Iran sedang buruk, maraknya diskualifikasi terhadap kandidat reformis maupun moderat serta menurunnya jumlah pemilih.

Dapat dikatakan kali ini Raisi cukup percaya diri dalam menjalankan proses pemilihan calon presiden.

Raisi sebelum menjabat sebagai presiden pun telah dihadapkan pada situasi serta keputusan yang sulit. Sebelumnya Raisi sangat menentang Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) yang merupakan sebutan resmi untuk perjanjian nuklir. Namun kemudian Raisi mulai bersedia untuk mendukung perjanjian tersebut dengan membangun pemerintahan yang ‘kuat’ agar dapat mengarahkannya ke arah yang benar.

Jika perjanjian tersebut akhirnya dapat disepakati oleh Iran, maka dapat mengarahkan pada pencabutan sanksi AS serta berkurangnya program nuklir Iran yang telah memperkaya uranium hingga 63%, nilai tertinggi yang pernah dinilai. Selain JCPOA, Raisi juga dituntut untuk dapat menyelesaikan problematika negara Iran saat itu dimana sedang terjadinya inflasi yang tinggi, meningkatnya tingkat pengangguran, pandemi Covid-19 yang mematikan, dan defisit anggaran yang besar.

Melihat situasi negaranya yang sedang banyak menghadapi permasalahan tidak membuat Raisi mengundurkan diri melainkan mendorongnya untuk merancang rancangan yang dapat memperbaiki permasalahan tersebut satu-satu.

(Susi Susanti)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement