JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa youtuber dan selebgram merupakan profesi yang juga wajib memberikan zakat.
Berikut fakta-faktanya:
1. Hasil Ijtima Ulama
Fatwa tersebut merupakan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII.
"Forum ijtima telah menetapkan kewajiban bagi Youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya untuk memberikan zakat," ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, dalam keteranganya, Jumat 31 Mei 2024.
2. Perkembangan Digital
Forum Ijtima Ulama memandang teknologi digital sebagai alat yang memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan memberikan manfaat sosial serta ekonomi bagi masyarakat.
Hal itu merupakan respons dari para ulama terhadap perkembangan digital yang semakin masif di kalangan masyarakat, termasuk aktivitas digital yang menghasilkan keuntungan.
3. Konten Tidak Boleh Melanggar Syariah
Asrorun Niam menyebut kewajiban zakat bagi Youtuber dan selebgram ditetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan, salah satunya konten yang dihasilkan tidak boleh melanggar ketentuan syariah.
“Akan tetapi, kewajiban zakat tersebut khusus bagi aktifitas digital yang tidak bertentangan dengan syariat. Kalau kontennya berisi ghibah, namimah, pencabulan, perjudian, dan hal terlarang lainnya, maka itu diharamkan," ujarnya.
4. Penghasilan Capai 85 Gram Emas
Kewajiban zakat berlaku jika penghasilan telah mencapai nisab, yaitu senilai 85 gram emas, dan telah mencapai hawalan al haul (satu tahun) kepemilikan.
Sementara jika belum mencapai nishab maka dikumpulkan selama satu tahun. Kemudian dikeluarkan setelah penghasilannya sudah mencapai nishab.
Kadar zakat jika menggunkan periode tahun qamariyah sebesar 2.5% atau jika menggunakan periode tahun syamsiyah ialah sebesar 2.57%.
5. Konten Youtuber Bertentangan Syariah
Untuk penghasilan dari youtuber, selebgram, dan pelaku ekonomi kreatif digital lainnya yang kontennya bertentangan dengan ketentuan syariat ialah haram, namun wajib digunakan untuk kepentingan sosial.
Acara Ijtima Ulama ini diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas Syariah perguruan tinggi ke-Islaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.
(Arief Setyadi )