JAKARTA - Pada Kamis, 23 September 1948, Letkol Slamet Riyadi menerima perintah dari Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto. Melalui ajudannya di Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, Slamet Riyadi ditugaskan untuk menyadarkan dua kompi gerilyawan yang telah terpengaruh oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Slamet Riyadi diperintahkan untuk segera menemui Kolonel Gatot di Balai Kota.
“Kolonel Gatot Soebroto, mengapa memanggil saya dengan sangat mendadak?” tanya Slamet Rijadi, sebagaimana termaktub di buku ‘Ignatius Slamet Rijadi: Dari Mengusir Kempeitai sampai Menumpas RMS’.
Pemanggilan mendadak ini terjadi tak lama setelah terjadi perselisihan antara pasukannya dengan Pasukan Siliwangi, yang menyebabkan ketegangan antara Kolonel Sadikin dan Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Dalam insiden tersebut, Kolonel Sadikin sangat marah ketika Jenderal Soedirman mengatakan, “Slamet Riyadi adalah anak saya!”
Kolonel Sadikin pun menjawab, “Lalu saya anak siapa, Jenderal?”
Meski ketegangan tersebut sudah mereda, Slamet Riyadi tetap merasa cemas saat harus bertemu Kolonel Gatot.
Ia bahkan menitip pesan kepada anak buahnya bahwa jika pada pukul empat sore ia belum kembali ke markas, mereka harus mencarinya ke Balai Kota Solo.
Ternyata, pertemuan itu bukan untuk membahas konflik dengan Pasukan Siliwangi. Kolonel Gatot menyampaikan perintah dari Jenderal Soedirman terkait penyelesaian Madiun Affair atau Pemberontakan PKI Madiun 1948.
"Sekitar dua kompi anak buah Mayor Soedigdo menurut laporan sudah terinfiltrasi merah (PKI/Front Demokrasi Rakyat atau FDR) dan akan segera menyeberang ke Madiun. Kembalikan mereka ke pangkuan Ibu Pertiwi!” begitu perintah Kolonel Gatot.
Slamet Riyadi segera berangkat ke markas Batalyon Soedigdo di Wonogiri bersama Kapten Soetanto Wirjosapoetro, Kapten Ari Amangku, dan Kapten Tjokropranolo (Noly), menggunakan mobil dari Komandan Polisi Tentara, Kolonel Soenarjo.
Perjalanan menuju Wonogiri berjalan lancar, meskipun mereka tetap waspada karena tidak tahu siapa yang dapat dipercaya di pos-pos penjagaan.
Sesampainya di Wonogiri, mereka segera mencegat pergerakan pasukan Soedigdo di Tirtomoyo, sebuah kota kecil antara Wonogiri dan Madiun. Saat bertemu, Soedigdo dan anak buahnya setuju untuk kembali ke pihak nasional.
Mereka kemudian dibawa ke Paras, Boyolali, di lereng Gunung Merbabu, untuk menjauhkan mereka dari pengaruh FDR Madiun. Di sana, Kolonel Gatot Soebroto melakukan inspeksi.
Upaya ini berhasil menghindari dua kompi pasukan dari bergabung dengan PKI/FDR di Madiun. Keberhasilan ini juga menunjukkan keyakinan Kolonel Gatot bahwa Slamet Riyadi tetap setia pada Merah Putih.
(Arief Setyadi )