Yayasannya yang bertempat di rumah tradisional Moslawi dengan halaman dalam, menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung lokal dan asing, termasuk Presiden Prancis Emmanuel Macron pada tahun 2021.
Tak lama setelah dia berbicara, seorang lelaki tua berjalan ke halaman dan menitikkan air mata saat melihat gambar-gambar, yang tergantung di dinding, mengenai para elit intelektual dan budaya kota yang mengenang kembali masa-masa yang lebih baik.
“Ini Mosul. Apa pun yang terjadi, kota ini tetap menjadi kota yang berbudaya dan beradab,” terang Nizar Al-Khayat, mantan direktur sekolah berusia 70-an dengar suara bergetar.
Pejabat setempat dan warga mengatakan jalan masih panjang sebelum Mosul melepaskan warisan ISIS.
Puing-puing masih dibersihkan tujuh tahun setelah kota itu dibebaskan. Bangunan bopeng dengan lantai runtuh dan besi beton masih terlihat di sekitar Mosul. Kota Tua hancur berantakan.
Tapi jembatan sudah dibangun. Restoran-restoran baru telah dibuka di mana pengunjung dapat menikmati masakan Lebanon dan mendengarkan suara nostalgia tenor Suriah.
Sebuah pasar kecil dan kafe tepi jalan di tepi sungai ramai dengan kehidupan hingga larut malam, yang sebelumnya tidak terpikirkan di kota di mana orang-orang mengunci diri di rumah pada sore hari.
Firas al-Sultan, Penasihat teknis kota Mosul mengatakan bahkan ketika kota ini berupaya memulihkan infrastruktur dasar, kota ini fokus pada perluasan kawasan hijau dan atraksi wisata seperti corniche baru di tepi sungai,.
Monumen yang kaya akan sejarah antaragama di kota ini, seperti Masjid Agung Nuri dan Gereja Al-Tahera yang dikunjungi Paus Fransiskus pada tahun 2021, sedang dibangun kembali.
(Susi Susanti)