Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Ramalan Prabu Jayabaya tentang Banjir Bandang Menenggelamkan Pulau Jawa

Ricko Setya Bayu Pradana Junior , Jurnalis-Rabu, 19 Juni 2024 |06:00 WIB
Ramalan Prabu Jayabaya tentang Banjir Bandang Menenggelamkan Pulau Jawa
Ilustrasi Prabu Jayabaya (Istimewa)
A
A
A

PRABU Jayabaya merupakan Raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157. Ia masyhur dengan ramalan-ramalannya. Salah satu ramalannya yang paling terkenal adalah bahwa Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua kalau Gunung Slamet di Jawa Tengah meletus.

Menurut Jayabaya, jika Gunung Slamet meletus, maka Pulau Jawa akan terbelah membentuk parit, memisahkan pantai utara dan pantai selatan Jawa.

Cerita ini sudah lama berkembang di kalangan warga Banyumas dan sekitarnya, meskipun sampai saat ini belum ada bukti nyata yang dapat membenarkan mitos tersebut.

Selain ramalan tentang terbelahnya Pulau Jawa, Jayabaya juga meramalkan terjadinya banjir bandang dengan frasa ‘banjir bandang ana ndi ndi’ yang berarti banjir ada di mana-mana. Ramalan ini dinarasikan sebagai tenggelamnya Pulau Jawa.

Jayabaya juga meramalkan terjadinya bencana besar yang akan menelan banyak korban. Ramalan ini menyebutkan bahwa akan ada banyak kejadian tak terduga di masa depan, salah satunya terkait cuaca yang tidak menentu. Ramalan-ramalan tersebut tertulis dalam beberapa naskah seperti Serat Jayabaya Musarar, Serat Pranitiwakya, dan Babad Tanah Jawi.

Dalam Kitab Jangka Jayabaya, terdapat ratusan bait kalimat ramalan yang dianggap sebagai peninggalan Prabu Jayabaya. Ramalan-ramalan ini dimulai dari bait ‘Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran’ yang berarti jika sudah ada kereta tanpa kuda, dan ‘barang jahat diangkat-angkat, barang suci dibenci’ yang mengindikasikan bahwa kejahatan akan dihargai sedangkan kebaikan akan diabaikan.

Beberapa bait ramalan Jayabaya menggambarkan kondisi Pulau Jawa di masa depan, seperti ‘polahe wong Jawa kaya gabah diinteri, endi sing bener endi sing sejati, para tapa padha ora wani, padha wedi ngajarake piwulang adi, salah-salah anemani pati’, yang berarti tingkah laku orang Jawa seperti padi ditampi, mana yang benar mana yang asli, para guru semua tidak berani menyampaikan ajaran yang benar karena takut menemui ajalnya.

Jayabaya juga menyinggung ketidakadilan dalam hukuman pemimpin dan pejabat yang berperilaku jahat. Ini digambarkan dalam kalimat 'ukuman ratu ora adil, akeh pangkat jahat jahil, kelakuan padha ganjil, sing apik padha kepencil, akarya apik manungsa isin, luwih utama ngapusi', yang berarti ‘hukuman pemimpin tidak adil, banyak pejabat yang jahat dan jahil, perilakunya semua ganjil, yang benar terpencil, berbuat baik manusia malu, lebih mengutamakan menipu’.

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement