JAKARTA - Awal tahun ajaran baru menjadi mimpi buruk bagi guru honorer di Jakarta. Pasalnya, sebanyak 107 guru honorer diputus kontraknya secara sepihak lewat sistem 'cleansing' atau 'pembersihan' oleh pihak kepala sekolah dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Padahal, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) tengah melakukan audiensi dengan Komisi X DPR RI membahas kondisi guru honorer di Jakarta dan daerah lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menilai pemecatan guru honorer secara sepihak tidak beradab dan manusiawi, apalagi pemecatan tersebut dilakukan pada awal tahun ajaran baru dan dilakukan hanya melalui pesan WhatsApp oleh kepala sekolah. Praktik kebijakan pembersihan guru honorer tidak sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005, Pasal 7 Ayat 2 "Pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,".
"Saya menilai pemecatan 107 guru honorer di Jakarta secara sepihak sangat tidak beradab dan manusiawi. Jangan karena mereka guru honorer bisa diperlakukan secara tidak beradab dan tidak manusiawi seperti ini, apalagi dilakukan pada tahun ajaran baru dan dipecat sepihak oleh kepala sekolah bersangkutan hanya lewat via WhatsApp. Menurut saya cara memperlakukan seorang guru dengan cara seperti ini adalah suatu bentuk cara-cara feodalisme yang harus ditentang keras," tegas Kenneth dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).
Pria yang akrab disapa Bang Kent itu pun heran dengan pernyataan Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Budi Awaluddin, bahwa Dinas Pendidikan sejak 2017 sudah mengeluarkan instruksi soal pengangkatan guru harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas. Dan saat ini kenyataannya bahwa guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Pendidikan.
Artinya, sambung Kent, seluruh kepala sekolah pun turut melanggar aturan juga dan wajib diberikan sanksi. Hal itu tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Kalau kita bicara soal pernyataan Plt Kepala Dinas Pendidikan, sejak 2017 sudah mengeluarkan instruksi soal pengangkatan guru harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas. Ini lucu menurut saya, artinya, kenapa baru sekarang baru dilakukan pembersihan terhadap guru honorer dengan alasan ada temuan BPK?. Alasan seperti ini menurut saya tidak logis dan tidak masuk akal, masa kepala sekolah berani mengangkat guru honorer secara sepihak dan melawan dinas pendidikan, dan itu jelas-jelas sudah melanggar aturan. Kalau di minta untuk mengembalikan posisi guru honorer tersebut saya rasa sudah sangat tidak mungkin ya, jadi saya minta supaya semua kepala sekolah yang terlibat dalam skandal pengangkatan guru honorer secara sepihak ini juga harus diberi sanksi dengan dasar aturan PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Harus disadari bahwa PNS ini bukan pegawai swasta, yang berlaku hanya aturan-aturan umum, semua tindak tanduk dan prilaku PNS itu di atur oleh PP Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, jadi harus hati-hati dalam bekerja dan membuat suatu keputusan, bekerja gak boleh sembarangan," tegas Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu.