Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mahkamah Konstitusi Thailand Pecat PM Srettha Thavisin Atas Tuduhan Pelanggaran Etika

Rahman Asmardika , Jurnalis-Kamis, 15 Agustus 2024 |11:01 WIB
Mahkamah Konstitusi Thailand Pecat PM Srettha Thavisin Atas Tuduhan Pelanggaran Etika
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin. (Foto: Reuters)
A
A
A

BANGKOK - Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu, (14/8/2024) memberhentikan Perdana Menteri Srettha Thavisin dan memutuskan bahwa ia "sangat" melanggar etika dengan mengangkat seorang menteri yang pernah dipenjara. Keputusan ini meningkatkan kekhawatiran akan pergolakan politik dan goncangan dalam aliansi pemerintahan Negeri Gajah Putih.

Taipan real estat Srettha adalah perdana menteri keempat dalam 16 tahun yang dicopot dalam putusan pengadilan yang sama, yang menggarisbawahi peran utama peradilan Thailand dalam krisis politik yang telah berlangsung lama.

Dilaporkan Reuters, lengsernya Srettha setelah kurang dari setahun berkuasa berarti parlemen harus memilih perdana menteri baru pada Jumat, (16/8/2024) dengan prospek ketidakpastian yang lebih besar di negara yang dirundung kudeta dan putusan pengadilan yang telah menjatuhkan banyak pemerintahan dan partai politik. Partai Pheu Thai yang mengusung Sretha, yang merupakan partai terbesar dalam koalisi, bergerak cepat untuk mencoba memperkuat aliansinya dan mengatakan akan bertemu pada Kamis, (15/8/2024) pagi untuk memilih kandidatnya sebagai perdana menteri menjelang sidang khusus parlemen untuk memberikan suara pada perdana menteri baru.

Pheu Thai dan para pendahulunya telah menanggung beban kekacauan di Thailand, dengan dua pemerintahan digulingkan melalui kudeta dalam pertikaian dendam yang telah berlangsung lama antara para pendiri partai, keluarga miliarder Shinawatra, dan para pesaing mereka yang berpengaruh dalam pemerintahan konservatif dan militer yang royalis. Para hakim memutuskan dengan suara 5-4 untuk mendukung pemecatan Srettha, dengan mengatakan bahwa ia gagal melaksanakan tugasnya dengan integritas.

"Terdakwa diberhentikan sebagai perdana menteri karena kurangnya kejujurannya," kata para hakim, seraya menambahkan bahwa perilakunya "sangat melanggar standar etika".

Keputusan mahkamah tersebut merupakan kejutan kedua pengadilan dalam kurun waktu seminggu setelah pembubaran partai oposisi Partai Move Forward - pemenang pemilihan umum 2023 - atas kampanye untuk mengubah undang-undang yang melarang penghinaan terhadap mahkota, yang menurutnya berisiko merusak monarki konstitusional.

Move Forward telah berkumpul kembali sebagai partai baru, yang berjanji untuk melanjutkan agenda anti kemapanannya.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement