JAKARTA - Peneliti Kepemiluan dan Demokrasi Indonesia yang juga Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraeni Pencatutan data pendukung merupakan masalah yang selalu berulang dari pilkada ke pilkada.
Bahkan kasus serupa juga terjadi dalam proses verifikasi parpol peserta pemilu 2024 yang lalu.
"Hal itu terjadi dalam rangka memenuhi persyaratan pencalonan yang berat, rumit, dan kompleks. Dimungkinkan terjadi karena maraknya kebocoran data akibat pengelolaan dan perlindungan data pribadi yang amat buruk," katanya.
Namun, katanya, apabila trennya amat masif, besar kemungkinan hal itu melibatkan pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengakses data.
Oleh karena itu, isu pencatutan ini harus diproses serius oleh Bawaslu dan aparat penegak hukum menggunakan UU Pilakda dan UU Perlindungan Data Pribadi serta UU ITE.
"Dukungan yang merupakan data hasil pencatutan adalah tidak sah. Selain tidak benar hal itu juga membuktikan ada masalah dalam verifikasi yang dilakukan sebab tidak mampu mengidentifikasi kebenaran dukungan calon perseorangan," katanya.
Sebagai informasi, UU Pilkada mengatur bahwa manipulasi dukungan bagi calon perseorangan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2015 dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.