Beberapa di antaranya seperti junior di PPDS yang diwajibkan menyediakan makanan kepada senior dalam waktu-waktu dan kondisi yang tidak wajar. Lalu ada juga hukuman fisik hingga ada 'jatah istri residen junior’ kepada senior.
Peserta PPDS atau residen spesialis pun diketahui harus mengakomodir biaya pesta, perjalanan dengan pesawat, hingga hotel bagi senior dengan nilai biaya yang sangat besar sampai puluhan hingga seratusan juta. Bahkan ada peserta PPDS yang harus rela merangkap menjadi ‘tukang parkir’ dan ‘sopir’ senior untuk antar jemput.
Media sosial juga dihebohkan terkait adanya temuan buku pedoman bullying. Pada buku tersebut mencantumkan sejumlah aturan tata krama junior, serta tugas-tugas apa saja yang tidak boleh dilewatkan selama PPDS berlangsung. Mayoritas laporan pun rata-rata terkait kewajiban junior yang harus memenuhi kebutuhan senior, termasuk untuk hiburan sampai penyewaan mobil.
Menurut Dede, kasus-kasus seperti itu sudah masuk ke ranah hukum dan pelaku bisa dijerat dengan ancaman pidana.
“Kalau sudah seperti itu kan artinya adanya pemerasan di situ, pelecehan, dan penyalahgunaan wewenang. Sudah masuk pidana dan harus ditindak,” tegasnya.
Dede mengatakan, salah satu hal yang bisa menghilangkan bullying adalah dengan menaruh respect antara senior dan junior dalam batas yang wajar. Untuk mengaturnya, diperlukan aturan dan pengawasan yang tegas.
“Inilah pentingnya fungsi pengawasan dan aturan yang jelas. Jadi jangan setelah ramai ada kasus baru diatasi, tapi perlu ada pencegahan yang bisa dilakukan melalui Sisdiknas ini,” pungkasnya.
(Awaludin)