JAKARTA - Ribuan massa melakukan unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Mereka menuntut Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut omnibus law UU Cipta Kerja dan UU Pilkada.
Pantauan di lokasi, Selasa (20/8/2024) massa datang bergerombol sekitar mengatasnamakan Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia. Mereka menggunakan setelan hitam-hitam dan penutup kepala warna merah. Seorang orator demo di atas mobil komando mengatakan, imbas UU Cipta Kerja upah rendah akan diterima buruh setiap saat.
"Setiap harinya kita tidak akan bisa memastikan bahwasanya upah yang kamu dapat mencukupi kebutuhan hidupmu. Karena setiap harinya, setiap bulannya harga merangkak naik meroket tinggi, tanpa bisa kita penuhi untuk membeli," kata orator.
Dia menlanjutkan, persoalan hari ini pelik. Katanya kemerdekaan hakiki adalah tentang kehadiran penyelenggara negara, memberikan perlindungan, meningkatkan kesejahteraan dan juga benar-benar hadir untuk melayani kita rakyat kecil.
"Hari ini pun Partai Buruh hadir untuk perlawanan terhadap UU Omnibus Law dan juga mengajukan gugatan Partai Buruh tentang beberapa poin di UU No 60 soal Pilkada. Salah satunya kita menuntut MK mengabulkan gugatan tentang suara yang mana telah kita ketahuui, hanya partai Parlemen yang bisa mengusung para calon kepala daerah," jelasnya.
Adapun imbas dari demo ini, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat ditutup jelang aksiksi unjuk rasa buruh di kawasan Patung Kuda. Lalu lintas menuju Istana Negara dialihkan.
Presiden KSPI yang juga Presiden Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan terdapat beberapa isu yang diangkat dalam aksi ini di antaranya cabut omnibus law UU Cipta Kerja dan terkait dengan UU Pilkada.
Said Iqbal menjelaskan, setidaknya ada sembilan alasan buruh melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
1. Konsep Upah Minimum yang Kembali pada Upah Murah: UU Cipta Kerja mengembalikan konsep upah minimum menjadi upah murah, mengancam kesejahteraan buruh dengan kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.
2. Outsourcing Tanpa Batasan Jenis Pekerjaan: Tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing, sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh. Ini sama saja menempatkan negara sebagai agen outsourcing.
3. Kontrak yang Berulang-ulang: UU Cipta Kerja memungkinkan kontrak kerja berulang-ulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap, hal ini mengancam stabilitas kerja.
4. Pesangon yang Murah: Pesangon yang diberikan hanya setengah dari aturan sebelumnya, merugikan buruh yang kehilangan pekerjaan.
5. PHK yang Dipermudah: Proses PHK dipermudah, membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja dan selalu berada dalam posisi rentan.
6. Pengaturan Jam Kerja yang Fleksibel: Jam kerja yang tidak menentu menyulitkan buruh untuk mengatur waktu antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
7. Pengaturan Cuti: Tidak adanya kepastian upah selama cuti, khususnya bagi buruh perempuan, menambah kerentanan dan diskriminasi di tempat kerja.
8. Tenaga Kerja Asing: Peningkatan jumlah tenaga kerja asing tanpa pengawasan ketat menimbulkan kekhawatiran di kalangan buruh lokal.
9. Hilangnya Sanksi Pidana: Penghapusan sanksi pidana bagi pelanggaran hak-hak buruh memberikan kelonggaran bagi pengusaha untuk melanggar tanpa konsekuensi hukum berat.
(Khafid Mardiyansyah)