Namun misi pencari fakta terbaru PBB di negara itu mengatakan perempuan masih hidup dalam sistem yang menempatkan mereka sebagai warga negara kelas dua.
"Otoritas negara telah memperluas tindakan dan kebijakan represif untuk semakin merampas hak-hak fundamental perempuan dan anak perempuan,” tulis laporan PBB yang dirilis pada minggu lalu.
Disebutkan bahwa pemerintah telah meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan jilbab di lingkungan publik dan pribadi sambil juga mendukung peningkatan kekerasan dalam menghukum perempuan dan anak perempuan yang melanggar aturan.
"Pasukan keamanan telah semakin meningkatkan pola kekerasan fisik yang sudah ada sebelumnya, termasuk memukul, menendang, dan menampar perempuan dan anak perempuan yang dianggap gagal mematuhi hukum dan peraturan wajib jilbab," kata PBB.
Dilaporkan bahwa pihak berwenang juga semakin sering menggunakan hukuman mati terhadap aktivis perempuan dan meningkatkan eksekusi terhadap mereka yang telah menyatakan solidaritas dengan protes tahun 2022 yang dikenal sebagai gerakan Perempuan, Kehidupan, Kebebasan.
Misi PBB juga mencatat bahwa RUU "Jilbab dan Kesucian" sedang dalam tahap akhir persetujuan di hadapan Dewan Wali Iran dan dapat segera diselesaikan.
"RUU tersebut memberikan hukuman yang lebih berat bagi perempuan yang tidak mengenakan jilbab wajib, termasuk denda finansial yang sangat besar, hukuman penjara yang lebih lama, pembatasan kesempatan kerja dan pendidikan, dan larangan bepergian," ujar penyelidik PBB.
(Susi Susanti)