Gempa bermagnitudo (M) 9,1 pada 26 Desember 2004 mendatangkan duka tidak hanya bagi masyarakat Aceh saja, namun juga untuk bangsa Indonesia. Gempa yang juga terasa hingga ke Thailand, Malaysia, Singapura, India, serta Srilanka memunculkan gelombang laut tsunami setinggi 30 meter yang meluluhlantakkan beberapa wilayah di Aceh.
Pemerintah memperkirakan sebanyak 280.000 penduduk Aceh meregang nyawa karena gempa dan tsunami, 500.000 orang kehilangan tempat tinggal dan puluhan ribu bangunan rusak.
Ketika itu masyarakat dunia bersimpati kepada rakyat Aceh dan mengirimkan bantuan dalam berbagai bentuk. Ini tercatat sebagai operasi kemanusiaan terbesar yang pernah digelar oleh dunia. Tak kurang dari USD6,7 miliar bantuan dunia mengalir ke Aceh guna upaya pemulihan, rekonstruksi, dan rehabilitasi pascabencana. Aceh membutuhkan waktu tidak sebentar untuk pulih dan bangkit kembali.
Profesor Bidang Teknik Hidrolik Fakultas Teknik USK Syamsidik dalam "Aceh Pasca 15 Tahun Tsunami" menjelaskan bahwa peristiwa alam tersebut telah mengubah kehidupan banyak orang di Aceh dan bahkan dunia. Juga turut menggugah dasar kemanusiaan dan jiwa setiap orang bahwa di dalam hidup ini sering terjadi hal tidak terduga.
"Karena itu kita perlu senantiasa bersiap sedia menghadapi yang tidak diharapkan (expect the unexpected)," ucapnya.
Aceh telah memberikan pelajaran sangat penting, berupa pengalaman dan pengetahuan sangat berharga kepada Indonesia dan bahkan dunia, mengenai apa yang seharusnya dilakukan ketika bencana terjadi, dan bagaimana bersiap menghadapinya.
Bencana gempa dan tsunami turut mempercepat terciptanya perdamaian di Aceh yang selama hampir tiga dekade dilanda konflik yang merenggut sekitar 15.000 korban jiwa. Melalui PON ini, Aceh ingin mengulang apa yang pernah dilakukan oleh Jepang dengan dua kali menyelenggarakan Olimpiade. Saat pertama menggelar Olimpiade pada 1964 silam, Negara Sakura baru 21 tahun bangkit setelah porak poranda akibat kalah dalam Perang Dunia II. Jepang mampu membuat mata dunia terbelalak dengan modernisasi yang disuguhkan seperti kereta peluru, siaran langsung televisi memakai satelit, dan penghitungan waktu pertandingan secara elektronik seperti di arena atletik.
Sedangkan ketika Olimpiade kedua kali terlaksana pada 2021, Jepang baru 10 tahun bangkit dari peristiwa gempa bumi bermagnitudo 9, keempat terbesar setelah gempa Aceh disertai tsunami. Kyodo menyebut, gempa itu adalah yang terburuk dalam sejarah bencana di Jepang sepanjang 1.200 tahun terakhir dan memunculkan gelombang tsunami setinggi 40 meter.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Prabu Revta Revolusi mengajak seluruh anak bangsa untuk melihat keberhasilan PON XXI ini adalah tentang kerja keras dari seluruh elemen. Para atlet dengan banyak raihan prestasi dan rekor, pelatih yang berhasil menelurkan bibit-bibit baru.
“Dan yang tidak lupa harus kita beri apresiasi adalah panitia penyelenggara baik di Aceh maupun di Medan yang dengan semua keterbatasan dan kendala bekerja cepat memperbaiki untuk kemudian semua bisa berjalan hingga akhir,” ujar Prabu di Medan, Sumut, Jumat (20/9/2024).
Pada kesempatan tersebut Prabu pun menegaskan bahwa PON XXI kembali membuktikan bagaimana seluruh anak bangsa selalu bersatu padu menghadapi tantangan untuk meraih prestasi.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa PON ini menjadi simbol kebanggaan dan persatuan seluruh anak bangsa. Guyub dan solid dari anak bangsa dalam melakukan pekerjaan untuk negara. Dan ini harus kita apresiasi sebesar-besarnya,” ujarnya
Semoga kesuksesan penyelenggaraan PON 2024 di Aceh dan Sumut memberi kebanggaan kepada rakyat bukan hanya di Serambi Mekkah yang akan memperingati dua dekade bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2024 nanti. Atau di Sumut yang terus mengasah diri menjadi salah satu pusat lahirnya atlet-atlet terbaik. Tapi yang paling penting adalah kebanggaan sebagai anak bangsa. Bersatu Kita Juara!
(Fakhrizal Fakhri )