Ketika Jaka Tingkir berziarah pada malam hari di makam ayahnya di Pengging, terdengarlah suara yang menyuruhnya pergi ke tokoh-tokoh keramat lain, antara lain Kiai Buyut dari Banyubiru, yang selanjutnya menjadi gurunya. Demikianlah kiai ini memberikan kepadanya azimat, agar ia mendapat perkenan kembali dari Sultan Demak. Perjalanannya kembali ke Demak dilakukannya dengan rakit, yang didukung 40 ekor buaya.
Setibanya kembali di Demak, Jaka Tingkir menerapkan azimat yang dipelajarinya itu. Alhasil seekor kerbau liar dibuatnya menjadi gila sehingga, selama tiga hari tiga malam para tamtama pun menghancurkan kepalanya, dan bahkan dengan malu terpaksa mengaku kalah. Hanya Jaka Tingkir-lah yang berhasil membunuh kerbau itu, yakni hanya dengan mengeluarkan azimat yang telah dimasukkan ke dalam mulut hewan itu. Setelah itu la mendapatkan kembali kedudukannya di Demak.
Beberapa waktu kemudian ia kawin dengan putri kelima Raja, dan menjadi Bupati Pajang dengan daerah seluas 4.000 bau. Tiap tahun ia harus menghadap ke Demak, dan negerinya berkembang dengan baik sekali dan di sana ia membangun sebuah istana. Itulah pengalaman Jaka Tingkir sebelum Sultan Trenggana wafat pada 1546, sebagaimana dikisahkan Babad Tanah Djawi.
(Awaludin)