JAKARTA - Remaja Palestina, Shaban al-Dalou tewas setelah terbakar di tenda pengungsian Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, Senin (14/10/2024) setelah serangan brutal dilakukan tentara Israel. Ia dan sedikitnya 3 orang lainnya tewas terbakar hidup-hidup di tenda pengungsian saat tidur.
Shaban al-Dalou (19), mahasiswa teknik perangkat lunak, dan mengungsi dari rumahnya, berusaha bertahan hidup di Gaza bagian tengah. Usianya tinggal beberapa hari lagi untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-20.
Semasa hidupnya, Shaban al-Dalou berjuang selama berbulan-bulan untuk mendapatkan bantuan bagi keluarganya. Ia merekam video yang menggambarkan penderitaan keluarganya dan kehidupan mereka di bawah bom Israel. Namun, dia tidak bisa mendapatkan cukup uang untuk mengeluarkan keluarganya dari Gaza.
Dunia akhirnya memperhatikan Shaban ketika momen-momen terakhirnya yang tragis minggu ini. Terhubung dengan infus, dia terbakar hidup-hidup bersama ibunya setelah pasukan Israel mengebom kompleks Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa di Deir el-Balah pada dini hari Senin waktu setempat.
Beberapa minggu dan bulan sebelum kematiannya, dalam video yang direkamnya Shaban berbicara tentang kenyataan hidup di Gaza. Firasat akan kengerian yang ia hadapi di akhir hidupnya yang singkat.
"Tidak ada tempat yang aman di sini di Gaza," kata Shaban dalam satu video, berbicara ke kamera ponsel dari tenda darurat tempat ia tinggal sejak meninggalkan rumahnya.
Dalam video lain, Shaban berbicara tentang kesulitan mencari makanan.
"Karena pendudukan Israel berhasil memisahkan wilayah tengah dari wilayah Gaza lainnya dan orang-orang di sini berjuang untuk (memenuhi-red) kebutuhan dasar mereka," katanya dalam video semasa hidupnya, melansir Al Jazeera, Kamis (17/10/2024).
Ia juga merekam dirinya sendiri saat mendonorkan darah di Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, yang telah dibom Israel beberapa kali tahun lalu sebelum pengeboman yang menewaskannya.
"Kami melihat begitu banyak korban luka, banyak anak sangat membutuhkan darah," kata Shaban.
"Yang kami tuntut hanyalah gencatan senjata dan agar tragedi ini berakhir," ujarnya.
Dalam beberapa video, Shaban meminta sumbangan untuk membantu keluarganya mengungsi ke Mesir.
"165 hari genosida terus-menerus terhadap kami," katanya dalam salah satu video.
“Kami tinggal di tenda selama lima bulan.”
“Saya mengurus keluarga saya, karena saya yang tertua,” katanya di foto lain.
Ia menambahkan, orang tuanya, dua saudara perempuan, dan dua saudara laki-lakinya telah mengungsi lima kali sebelum akhirnya menemukan tempat berlindung di halaman rumah sakit.
“Satu-satunya hal yang menghalangi kami dari suhu beku adalah tenda yang kami bangun sendiri,” ujar Shaban.