Ia juga mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi sistem pos anggaran pendidikan yang selama ini tersebar di beberapa kementerian/lembaga. Menurutnya, anggaran pendidikan semestinya satu pintu di Kementerian Pendidikan demi memaksimalkan kualitas layanan pendidikan, termasuk dalam hal kesejahteraan guru.
"Amanat konstitusi dan juga Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) mengatakan bahwa anggaran pendidikan itu tidak boleh digunakan untuk kementerian atau lembaga kedinasan atau pendidikan kedinasan. Tapi realitanya Rp 147 triliun masih dipakai untuk pendidikan kedinasan," bebernya.
“Padahal anggaran Kemendikbudnya sendiri hanya Rp 90 triliun. Artinya jomplang,” sambungnya.
Untuk diketahui, konstitusi mengamanatkan 20% anggaran dari APBN dialokasikan untuk fungsi pendidikan. Namun anggaran yang cukup besar itu disebar ke 20 kementerian/lembaga dan transfer ke daerah.
Jika pos anggaran disatukan dalam satu kementerian yang memang bertugas untuk mengurus tentang pendidikan, menurut Dede, pengawasannya akan lebih terpusat dan terarah. Sehingga jika ada penemuan seperti yang terjadi di tahun lalu yakni anggaran pendidikan tidak terserap maksimal, hal tersebut dapat cepat diatasi.
"Kalau kita mau fokus pada amanat konstitusi, mestinya kita harus fokus kepada pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan karena yang mendapatkan amanat itu adalah Kementerian Pendidikan," tegas Dede.