Atas dasar itu, Daniel mengatakan, Propam Polda NTT melakukan peradilan kode etik. Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan, katanya, ketiga oknum polisi itu menerima hukuman, sedangan Rudy tidak.
"Setelah dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan, tiga orang disidangkan menerima putusan sidang yaitu penempatan meminta maaf kepada institusi dan penempatan khusus di tempat khusus selama 7 hari. 3 orang dilkasanakan penghukuman dan diterima, tapi 1 orang atas nama Ipda Rudi Soik tidak menerima, memberikan keberatan dan meminta banding," ucap Daniel.
Dalam sidang pertama, Rudy dinyatakan telah melakukan perbuaatan cela dan penempatan pada tempat khusus selama 14 hari dan demosi selama 3 tahun. Kendati demikian, kata Daniel, sidang KKEP memberatkan hukuman pada Rudy.
"Setelah dilakukan sidang banding, hakim mempertimbangkan bahwa alasan-alasan dalam memori banding yang diberikan itu menyimpang dari apa yang dipersangkakan. Dan pada saat sidang banding menurut hakimnya, bahwa yang bersangkutan tidak kooperatif dan seluruh membantah atas apa yang dilakukan tindakan OTT oleh anggota Propam," imbuhnya.
"Dalam banding didalami sejujurnya bahwa inisiatif ID kemudian otak di belakang semua pelaksanaan mereka berkaraoke adalah Ipda Rudi Soik dan itu semua dibantah. Oleh Karena itu, diputuskan, ditambah hukumannya satu saja hukumannya ditambah yaitu demosi dari 3 tahum menjadi 5 tahun. Dan patsusnya menjadi 14 hari," pungkasnya.
(Awaludin)