JAKARTA - Pemilihan presiden (Pilpres) di Amerika Serikat (AS) yang akan datang memiliki dampak besar bagi perang di Gaza dan Ukraina. Konflik Israel dengan Palestina di Gaza semakin banyak mendapat kritik dari warga AS, terutama dari kalangan muda. Namun, meski banyak orang yang tidak setuju, para pemimpin dari Partai Demokrat dan Republik tetap mendukung Israel.
Dilaporkan Al Jazeera, banyak warga Arab dan Muslim Amerika serta pendukung Palestina kecewa dengan sikap Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris, yang juga kandidat dari Partai Demokrat untuk kursi presiden, dianggap kurang tegas dalam menghentikan pertumpahan darah di Gaza. Akibatnya, mereka merasa ragu untuk memilih Biden, meskipun lawannya, Donald Trump, juga secara tegas mendukung Israel.
Di sisi lain, militer Ukraina menghadapi kemunduran besar dalam perang melawan Rusia, terutama setelah ribuan tentara Korea Utara datang membantu pasukan Rusia. Serangan udara dari Rusia juga semakin sering terjadi di ibu kota Kyiv, menyebabkan banyak korban sipil. Ukraina menunggu hasil pemilu AS karena hasilnya akan sangat mempengaruhi masa depan perang mereka melawan Rusia, tergantung siapa yang akan terpilih sebagai presiden AS.
Melansir NPR, seorang politisi Israel dari partai Likud, Tally Gotliv, secara terbuka menolak Harris karena khawatir kebijakan Harris akan lebih keras terhadap Israel. Di sisi lain, jika Donald Trump menang, Netanyahu dan sekutunya akan merasa lebih nyaman karena Trump dikenal sebagai pendukung kuat Israel di masa lalu.
Jika Harris menang, diperkirakan dia akan menekan Israel untuk lebih banyak berkompromi, seperti mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza.
“Saya pikir jika Kamala Harris terpilih, Israel mungkin akan menghadapi pendekatan yang lebih keras dan dibatasi dalam beberapa hal,” ujar Shmuel Rosner, komentator Israel tentang politik AS.
“Sedangkan jika Donald Trump yang menang, Israel tampaknya akan punya lebih banyak kebebasan untuk menjalankan perang sesuai keinginannya,” tambahnya.