JAKARTA - Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna menyoroti aksi premanisme yang terjadi di sejumlah pasar, salah satunya Pasar Tumpah, Jalan Raya Merdeka, Bogor, Jawa Barat. Dikatakannya, hal ini adalah bentuk ketidaktegasan aparat.
"Adanya pungli bukti buruknya tata kota dan pemanfaatan tata ruang publik, sebab ada kategori underground ekonomi di kota yakni bisnis ekonomi yang sebetulnya menjadi sebuah kebutuhan kelompok informal yang mereka termarginalkan karena tidak punya aset," ujar Yayat, dikutip Minggu (17/18/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, kehadiran preman jadi aktor yang merasa punya kuasa. Sehingga terjadi konflik horizontal di pasar yang jadi sentra ekonomi.
"Mereka memperebutkan jasa keamanan dan jasa parkir, ya itukan ada ketika kuasa bukan negara yang menguasai kota. Aparat harusnya bisa menindak tetapi alasannya kurang anggota, kurang anggaran atau kurang kreatif,"terangnya.
Oleh karena itu, jika hal ini terus dibiarkan begitu terus, dapat menimbulkan hilangnya rasa percaya publik terhadap aparat. Sehingga masyarakat jadi enggan melaporkan ke penegak hukum.
"Ada persoalan distrust, runtuhnya kepercayaan publik terhadap negara. Ketika negara tidak hadir, trust hancur distrust yang terjadi jadi bagaimana premanisme itu bisa hilang itu tergantung trust yang dibangun oleh pemilik kuasa ruang itu misal kepolisian," tandasnya.
Sementara itu, warga sekitar sudah mulai kesal dengan kehadiran Pasar Tumpah. Mereka mengancam akan bongkar sendiri jika tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum.
"Kalau polisi dan Satpol PP tidak mau bertindak, kami akan bongkar sendiri," ujar salah satu warga, Dadang Sudrajat.
Dadang mengatakan beberapa waktu sudah ada rencana untuk pembongkaran. Namun rencana itu ditunda oleh polisi, dengan alasan itu akan dilakukan usai Pilkada.
"Mereka bilang akan buat situasi tidak kondusif, tapi nyatanya kalau mau kondusif harusnya ada penangkapan," tutupnya.
Hal senada juga diutarakan warga lainnya, Hasan. Menurutnya, alasan Pilkada 2024 hanya dipakai untuk buat masyarakat lupa. Sehingga rencana pembongkaran tidak akan pernah terjadi.
"Ini sengaja diulur-ulur terus, sekarang pakai alasan Pilkada setelah itu ada lagi alasannya. Karena kalau sampai akhirnya jadi dibongkar kelompok Jupri Cs dan preman lain tidak akan ada uang," kata Hasan.