Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pemerintah Bakal Legalkan Perkebunan Sawit yang Tak Masuk Kawasan Hutan, Ini Tanggapan DPR

Khafid Mardiyansyah , Jurnalis-Jum'at, 29 November 2024 |10:40 WIB
Pemerintah Bakal Legalkan Perkebunan Sawit yang Tak Masuk Kawasan Hutan, Ini Tanggapan DPR
Ateng Sutisna
A
A
A

"Penyelesaian masalah ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan industri kelapa sawit serta memberikan kepastian hukum bagi petani dan perusahaan yang terlibat dalam sektor ini," tegasnya.

Pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN, lanjut Ateng, perlu menyegerakan koordinasi dengan Kementerian Kehutanan terkait lahan perkebunan kelapa sawit yang telah terlanjur berada di dalam kawasan hutan melalui proses alih fungsi lahan kawasan hutan

"Data mengenai lahan kebun sawit yang terlanjur berada di dalam kawasan hutan di Indonesia menunjukkan angka yang signifikan dan memerlukan perhatian serius," ungkapnya.

Kepemilikan dan Legalitas

Dari total lahan sawit yang berada dalam kawasan hutan, ujar Ateng, banyak perusahaan yang telah mengurus izin sesuai dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), dengan sekitar 90% perusahaan yang beroperasi dalam kawasan hutan telah mengajukan izin;
Namun, terdapat sekitar 1,6 juta hektare yang belum teridentifikasi kepemilikannya dan tidak terinventarisasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga statusnya masih tidak jelas.

"Menurut hemat saya, Kementerian ATR/BPN setidaknya segera melakukan hal-hal antara lain bersama dengan Kementerian Kehutanan melakukan inventarisasi, identifikasi dan verifikasi data mengenai lahan kebun sawit yang sudah terlanjur berada di dalam kawasan hutan, guna memperoleh informasi yang akurat mengenai luas dan status lahan terkini," jelasnya.

Bersama dengan DPR RI dan Kementerian Kehutanan, imbuh Ateng, melakukan persiapan dalam kerangka pelepasan alih fungsi kawasan hutan yang sudah menjadi kebun sawit, dan selanjutnya legalisasi lahan yang sudah dialihfungsikan tersebut menjadi lahan HGU.

"Jika opsi alih fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan dirasakan tidak memungkinkan, maka opsi pembatasan waktu kebun sawit pada kawasan hutan dibatasi menjadi 1 periode panen/produksi, dan setelahnya perusahaan perkebunan kelapa sawit melakukan kegiatan reforestasi di lahan tersebut agar kembali menjadi ekosistem kawasan hutan," paparnya.

Jika opsi alih fungsi kawasan hutan menjadi non kawasan hutan dirasakan memungkinkan, pungkas Ateng, maka perusahaan perkebunan sawit dapat terus berusaha di lahan tersebut. Tetapi perusahaan perkebunan sawit tersebut diminta untuk menyediakan lahan pengganti yang akan dijadikan kawasan sebagai hutan, serta melakukan reforestasi pada lahan usulan tersebut. 

"Selanjutnya, jika perusahaan tidak mampu menyediakan lahan pengganti, maka dimungkinkan untuk membayar kepada negara melalui mekanisme PNBP sesuai ketentuan yang berlaku," tandasnya.

Tumpang tindih status lahan perkebunan kelapa sawit yang sudah terlanjur berada dalam kawasan hutan, imbuhnya, merupakan masalah serius di Indonesia yang memerlukan perhatian segera dari Pemerintah. 

"Penyelesaian masalah ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan industri kelapa sawit serta memberikan kepastian hukum bagi petani dan perusahaan yang terlibat dalam sektor ini," ujar Ateng mengakhiri.

(Khafid Mardiyansyah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement