Melansir Al-Jazeera, HTS sendiri adalah kelompok jihad terbesar di Suriah. Awalnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra, kelompok ini adalah afiliasi al-Qaeda yang kemudian memutus hubungan dengan organisasi tersebut pada tahun 2016 dan mengganti namanya menjadi Hay’at Tahrir al-Sham.
Dipimpin oleh Abu Muhammad al-Jolani, HTS menguasai wilayah Idlib yang dihuni sekitar 4 juta orang. Dengan kekuatan militer mencapai 30.000 pasukan, HTS memiliki kendali penuh atas wilayah ini, termasuk melalui Pemerintahan Penyelamatan Suriah yang mereka dirikan pada tahun 2017. Meski HTS dianggap sebagai kelompok teroris oleh banyak negara, termasuk Amerika Serikat (AS), fokus mereka cenderung terbatas pada konflik lokal, berbeda dengan ISIS yang memiliki ambisi global.
Serangan terbaru ini juga memperlihatkan keberhasilan HTS dalam memimpin operasi besar seperti Deterrence of Aggression, yang melibatkan berbagai faksi pemberontak lainnya. Selain HTS, Front Pembebasan Nasional, Ahrar al-Sham, Jaish al-Izza, dan kelompok lainnya ikut ambil bagian dalam operasi tersebut. Faksi-faksi ini memperkuat kekuatan pemberontak dalam merebut kembali wilayah yang sebelumnya dikuasai rezim Assad.
Meski HTS mengalami banyak kemajuan, banyak analis percaya bahwa rezim Assad akan segera melancarkan serangan balasan. Strategi lama Assad biasanya melibatkan konsolidasi kekuatan sebelum meluncurkan serangan yang lebih terkoordinasi. Serangan udara oleh Rusia kemungkinan akan meningkat dalam waktu dekat, sementara pasukan darat Assad telah berkumpul di Hama untuk mempersiapkan serangan balasan.
(Erha Aprili Ramadhoni)