Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Guru Besar dan Pakar Minta Aturan Kerugian Negara Akibat Kerusakan Lingkungan Tak Jadi PNBP

Khafid Mardiyansyah , Jurnalis-Sabtu, 14 Desember 2024 |01:30 WIB
Guru Besar dan Pakar Minta Aturan Kerugian Negara Akibat Kerusakan Lingkungan Tak Jadi PNBP
Diskusi di IPB University
A
A
A

BOGOR -  Dinilai mal praktik dan rawan menjadi bancakan untuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP), sejumlah guru besar dan praktisi hukum mendesak pemerintah mencabut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No 7 Tahun 2014.

Guru Besar Bidang Ekonomi Kehutanan dan Lingkungan, Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo MS MPPA menekankan kepedulian terhadap lingkungan tak serta merta mengorbankan kepentingan lain, termasuk ekonomi. 

Sejumlah persoalan disebutkannya menjadi latar belakang desakan dicabutnya Permen LH No 7 Tahun 2014. Mulai dari metode penghitungan kerugian lingkungan yang menggelembung karena elemen yang terhitung dua kali, bahkan bisa 3 kali hingga penggunaan Permen LH No 7 Tahun 2014 sebagai penghitung kerugian negara dalam kasus hukum. Parahnya lagi, denda yang diperoleh negara melalui putusan pengadilan tak lantas dikembalikan untuk pemulihan lingkungan yang rusak. 

“Kerugian itu dianggap sebagai penerimaan negara bukan pajak.  Bayangkan, PNBP, artinya jika kita ingin PNBP tinggi maka  kerusakan negara harus tinggi, apa begitu, itukan salah logika,” kata Sudarsono kepada wartawan di sela-sela diskusi bertajuk “Menghitung Kerugia Lingkungan Dengan Perme LH No 7/204, Tepatkah?“ yang berlangsung di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jum’at (13/12/2024). 

“Kerugian lingkungan itu, oke kita hitung, terus kemudian berapa kerugiannya? Uang harus dikembalikan lagi pada lingkungan. Bukan PNPB. Dikembalikan lagi ke lingkungan. Itu yang tidak terjadi,” tegasnya. 

Celakanya, tutur Sudarsono, ahli yang ditunjuk menghitung kerugian dengan menerapkan Permen LH No 7/2014 di berbagai kasus hukum adalah ahli yang bersaksi. Sehingga kesannya, negara secara tidak langsung menjadikan beleid tersebut sebagai bancakan untuk menaikkan PNBP dengan dalih kerusakan lingkungan. 

“Kurang lebih seperti itu (bancakan PNBP). Jadi PNBP bukan dikembalikan ke lingkungan tapi jadi mobil baru. Yang menikmati bukan rakyat terdampak,” tukasnya. 

Dirinya mendorong pemerintahan Prabowo dapat merevisi Permen LH No 7/2014 bahkan mendesak pemerintah segera menyusun peraturan baru guna menggantikan Permen LH No 7/2014 dengan melibatkan akademisi di foum-forum akademik untuk memastikan kebenaran prosedur dan metoda penghitungan yang digunakan, sehingga nilai kerugian lingkungan dapat dipertanggungjawabkan dan memberi rasa keadilan bagi masyarakat. 

“Sebelum ada peraturan baru tentang penghitungan kerugian lingkungan yang secara akademis ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, maka demi menjaga nama baik institusi, keterlibatan akademisi dalam penghitungan kerugian lingkungan sebaiknya sangat dibatasi atau dihentikan sama sekali,” tandasnya. 

Senada, Guru Besar Bidang Ekonomi, SDA dan Lingkungan, FEM IPB, Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc berpendapat di Indonesia ganti rugi kerusakan lingkungan menjadi penghasilan negara bukan pajak (PNBP). Sementara di luar negeri seperti Amerika sebagian besar dikembalikan ke alam bukan jadi pendapatan negara.

"Selain itu di Amerika perhitungan kerugian negara juga harus didiskusikan secara panel,” ucapnya.

 

Halaman:
      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement