’’Jadi, makanya saya bilang bahwa bisa jadi ada perbedaan persepsi tentang antar lembaga intelijen. Intelijen yang dimaksudkan, intelijen penindakan dengan intelijen dalam konteks negara itu sesuatu yang sangat berbeda. Kalau tidak hati-hati, sangat memungkinan terjadi conflict of interest. Ngegalang orang mempengaruhi supaya saya untung, negara jadi rugi ya gak? Ini harus dijabarkan lebih detail lagi,’’ tambahnya.
Lebih lanjut, dalam acara yang sama, pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar juga menanyakan hal yang sama. ’’Sebenarnya dalam KUHAP, tugas dan fungsi kejaksaan itu sudah cukup komplet. Tapi, ketika diperluas, maka pertanyaannya adalah apakah mampu?’’ tambahnya.
Fickar kemudian mencontohkan terkait fenomena aliran sesat yang banyak berkembang di Indonesia. ’’Selama ini, saya tidak pernah mendengar kejaksaan melakukan sesuatu terkait fenomena tersebut. Bahkan, terkesan kejaksaan diam saja,’’ ucapnya. Menurut Fickar, ini adalah sesuatu yang tak perlu, dan harus direvisi.
Menurutnya, pemberian kewenangan yang berlebihan dalam UU itu juga akan sia-sia. ’’Jadi, memang harus direvisi apa-apa saja kewenangan yang berlebihan tersebut. Harus dikaji ulang, apa itu fungsi sebagai penyidik juga, penuntut umum juga,’’ tegasnya.
(Puteranegara Batubara)