JAKARTA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merilis indeks kepatuhan etik penyelenggara Pemilu (IKEPP), di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, Kamis (30/1/2025). Penilaian dalam Menyusun IKEPP 2024 meliputi tiga dimensi yaitu dimensi Persepsi atas Perilaku Etik (PPE), dimensi Eviden Perilaku Etik (EPE), dan dimensi Pelembagaan Etik Internal (PEI).
Dimensi PPE dilihat dari integritas serta profesionalitas Penyelenggara Pemilu. Dimensi EPE terdiri dari penanganan pengaduan serta tinggi rendahnya pengaduan publik. Lalu terakhir, dimensi PEI diukur dari parameter aturan pencegahan, program pembinaan serta kepatuhan terhadap keputusan/putusan.
Adapun skor yang diberikan untuk penilaian etik pada masing-masing dimensi, terbagi dalam lima indikator. Yaitu indikator sangat tidak patuh (0,0-20,0), tidak patuh (20,1-40,0), cukup patuh (40,1-60,0), patuh (60,1 – 80,0), dan sangat patuh etik (80,1-100,0).
Dari hasil yang dikeluarkan, Ketua Tim Ahli IKEPP DKPP, Nurhidayat Sardini mengatakan, Bawaslu dan KPU DKI Jakarta memperoleh skor paling rendah. "Jakarta adalah terendah, baik KPU maupun Bawaslu," kata Nurhidayat dalam paparannya.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengaku heran mengapa penyelenggara Pemilu di Jakarta memiliki skor terendah. Padahal, penyelenggara Pemilu Jakarta berdekatan dengan KPU RI dan Bawaslu RI.
"Ada apa dengan DKI sebenarnya? Perasaan ada di depan hidung KPU dan Bawaslu RI, di depan hidung," tuturnya.
Adapun, berikut 10 provinsi dengan skor kepatuhan terendah:
1. Riau: 58,78
2. Sulawesi Tengah: 58,70
3. Kalimantan Utara: 58,51
4. Kalimantan Selatan: 57,35
5. Kepulauan Riau: 54,38
6. Bengkulu: 54,09
7. Papua Barat Daya: 53,25
8. Sumatera Utara: 52,29
9. Jawa Barat: 51,16
10. Jakarta: 46,14
Sementara itu, Ketua DKPP, Heddy Lugito menambahkan, bahwa hasil-hasil penelitian dalam kerangka IKEPP dapat dijadikan acuan para pengelola lembaga penyelenggara Pemilu untuk memperbaiki kinerja perilaku baik ucapan maupun tindakan.
Indeks tersebut juga dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk pembinaan, perbaikan cara kerja, dan membangun habituasi lingkungan yang patuh terhadap kode etik penyelenggara Pemilu.
“Intinya, IKEPP disusun sebagai instrumen penilaian dan pemeringkatan yang akuntabel untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas Penyelenggara Pemilu sebagaimana amanat Undang-Undang Pemilu,” katanya.
Kehadiran IKEPP, menurut Heddy Lugito, juga untuk mempermudah proses penyusunan strategi pembangunan bangsa di bidang etika politik kepemiluan, dengan mengintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
“Peluncuran IKEPP menunjukan keberadaan DKPP sebagai lembaga yang memonitor kepatuhan penyelenggara Pemilu atas kode etik kepemiluan. Tujuannya agar para penyelenggara Pemilu di Indonesia bisa lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya dengan adanya indikator dari IKEPP ini,” pungkasnya.
(Arief Setyadi )