Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Rekam Jejak Ahmed Al-Sharaa Pemimpin Pemberontak yang Jadi Presiden Suriah

Shabila Dina , Jurnalis-Senin, 03 Februari 2025 |19:33 WIB
Rekam Jejak Ahmed Al-Sharaa Pemimpin Pemberontak yang Jadi Presiden Suriah
Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa. (Foto: X)
A
A
A

JAKARTA - Ahmed Al-Sharaa telah resmi ditunjuk sebagai Presiden sementara Suriah pada 29 Januari 2025. Pemimpin sebelumnya, Bashar Al Assad digulingkan dari pemerintahan dan melarikan diri ke Rusia. Ahmed Al-Sharaa merupakan pemimpin kaum pemberontak Suriah, Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS) yang berhasil menggulingkan rezim Assad hanya dalam 13 hari. Para pemberontak tahu bahwa rezim Assad saat ini berada pada posisi yang sangat rentan, sehingga dengan perencanaan yang cermat dan dukungan penuh dari pemain regional utama, penggulingan rezim berhasil dilakukan.

Lantas, siapa Ahmed Al-Sharaa ini? Bagaimana bisa ia menggantikan posisi Presiden Suriah setelah menggulingkan rezim sebelumnya yang telah berkuasa selama 5 dekade lamanya. Berikut biografi dan rekam jejaknya.

Riwayat Hidup

Ahmed Hussein al-Sharaa lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada 29 Oktober 1982.  Ia dikenal dengan julukan Mohammad al-Julani atau Julani. Julani datang dari keluarga muslim Sunni Suriah. Ayahnya, Hussein al-Sharaa bekerja di Arab sebagai insinyur minyak dan ibunya adalah seorang guru geografi. Keluarganya kembali ke Suriah pada tahun 1989 dan menetap di lingkungan Mezzeh yang makmur di Damaskus tempat ayahnya membuka kantor real estat. Ia akhirnya besar di Damaskus. Ia merupakan revolusioner Suriah, komandan militer, dan politikus yang menjabat sebagai presiden Suriah sejak 29 Januari 2025.

British Times melaporkan  bahwa Ahmed Al-Sharaa adalah seseorang yang pendiam dan pemalu di masa mudanya dan jarang menunjukkan tanda-tanda kegembiraan, menurut beberapa orang terdekatnya.

The Times mengindikasikan bahwa Julani mengidentifikasi pemberontakan Palestina yang pecah pada 2000 sebagai momen yang membuatnya bertekad untuk memainkan peran aktif dalam politik, dan setelah serangan 11 September 2001, ia pindah ke Irak, di mana ia tiba sebelum invasi yang dipimpin oleh Amerika dan Inggris pada 2003.

 

Karier Militer

Bergabung dengan Al-Qaeda

Al-Sharaa bergabung dengan al-Qaeda di Irak tahun 2003 dan ikut bertempur selama tiga tahun dalam pemberontakan Irak. Dilansir dari The Times, mereka menjelaskan bahwa keputusan ini justru berdampak sebaliknya, karena al-Julani menjadi terkenal di cabang al-Qaeda Irak, yang dikenal dengan metode ekstremisnya.

Dalam salah satu konfrontasi, Amerika menangkapnya dan menahannya di Kamp Bucca, penjara Irak yang menahan sejumlah besar jihadis yang kemudian menjadi tokoh terkemuka. Di antara mereka adalah Abu Bakr al-Baghdadi, yang kemudian menjadi pemimpin ISIS.

The Times menyebutkan bahwa al-Baghdadi adalah orang yang mengirim Julani ke Suriah pada tahun 2011 untuk mendirikan Front Nusra sebagai faksi baru melawan Assad, namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal, termasuk metode ekstrem yang disukai al-Baghdadi, seperti pembunuhan massal dan pemenggalan kepala.

Pada musim semi tahun 2013, pemisahan tersebut cukup jelas, dan pada tahun-tahun berikutnya, al-Julani juga mengisolasi dirinya dari al-Qaeda dan menggabungkan kekuatannya dengan kelompok-kelompok Islam lain yang kurang ekstremis. Saat itu, al-Julani mengatakan bahwa dia hanya fokus pada pembebasan Suriah dengan nuansa Islam.

Pendirian Jabhat al-Nusra

Ahmed al-Sharaa ditugaskan pada bulan Agustus 2011 oleh Ayman al-Zawahiri dan komando pusat al-Qaeda untuk mendirikan misi al-Qaeda di Suriah. Al-Sharaa menyeberang ke Suriah dengan pendanaan yang signifikan dan mandat untuk membangun kehadiran al-Qaeda. Bersama dengan para operator senior dari komando pusat al-Qaeda, ia membentuk "Jabhat al-Nusra", juga dikenal sebagai Front Al-Nusra, sebuah koalisi kelompok militan Islam yang dipimpinnya, yang setia kepada al-Qaeda.

Meskipun ada ketegangan dengan Negara Islam Irak (ISI), al-Sharaa berhasil membentuk aliansi dengan ISI di Suriah. Namun, seiring waktu, al-Sharaa mulai menjauhkan diri dari ideologi jihad transnasional dan lebih fokus pada perjuangan nasionalis Suriah. Jabhat al-Nusra, di bawah kepemimpinan al-Sharaa, menjadi salah satu kelompok paling kuat di Suriah, dengan basisnya di Kegubernuran Idlib.

Memisahkan Diri dari Al-Qaeda

Pada 2016, al-Sharaa memutuskan untuk memisahkan al-Nusra dari al-Qaeda dan mendirikan Jabhat Fateh al-Sham (JFS). Meskipun mendapat tentangan dari al-Qaeda, ia berhasil memimpin JFS dalam upaya untuk lebih mandiri dan terlibat dalam penggabungan dengan beberapa kelompok pemberontak lainnya, meskipun negosiasi dengan Ahrar al-Sham gagal.

Pembentukan Hay’at Tahrir al-Sham

Pada 2017, al-Sharaa mengumumkan pembentukan Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), yang mencakup beberapa kelompok bersenjata di Suriah, dengan tujuan untuk memperkuat posisinya dan mengalahkan ISIS serta al-Qaeda di wilayah tersebut. Meskipun demikian, Amerika Serikat tetap menganggap HTS sebagai kelanjutan dari al-Nusra.

 

Penggulingan Rezim Assad

HTS sudah memulai pemberontakan terhadap rezim Assad sejak 13 tahun lalu, namun percobaan pemberontakannya selalu berakhir dengan kegagalan. 2024 menjadi waktu yang sangat hancur bagi Suriah atas perangnya melawan Israel. Rezim Assad kehabisan pasukan, senjata, serta dana setelah peperangan tersebut, karena bantuan dana dari aliansi Suriah seperti Rusia, Irak, dan Iran juga sedang dilanda politik dan menguras dana mereka masing-masing. Julani memanfaatkan kesempatan emas ini dengan berbagai persiapan dan perencanaan yang matang serta dukungan dari beberapa aliansi, sehingga hanya dalam 13 hari HTS mampu menggulingkan rezim diktator Assad.

Menjadi Presiden Sementara Suriah

Julani secara langsung ditunjuk sebagai Presiden sementara Suriah pada 29 Januari 2025. Ia telah menetapkan prioritas Suriah saat ini yaitu mengisi kekosongan kekuasaan, memelihara perdamaian sipil, membangun lembaga-lembaga negara, berupaya membangun struktur ekonomi pembangunan, dan memulihkan kedudukan internasional dan regional Suriah.

Dalam pidato pelantikannya, ia menambahkan: “Alhamdulillah, kita berhasil memutus rantai, mereka yang disiksa dibebaskan, kita singkirkan debu penghinaan dan aib dari pundak Levant, dan matahari Suriah kembali bersinar. Rakyat bersorak dan bergembira, dan itu adalah penaklukan yang jelas dan kemenangan besar.”

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement