Lebih dalam, Yudi menuturkan, usulan revisi itu tak akan terlaksana apabila, tidak adanya Surat Presiden (Surpres). "Jadi kalau misalnya ada Surpres, ya, iya waktu itu viral. Terkejut kita. Ketika Presiden mengirimkan Menkumham ya. Waktu itu. Tapi tetap juga senua terlibat kemudian diparipurnakan," ucap Yudi.
Dengan adanya fakta semua partai di DPR kompak, kata Yudi, itu semakin menegaskan semua terlibat. Sehingga, tidak boleh ada sikap menyalahkan atau cuci tangan.
"Kondisi saat itu, semua terlibat. Saat ini tidak boleh ada yang cuci tangan, wah ini inisiasi. Karena tidak mungkin ada inisiasi tanpa ada operator. Semua terlibat.
Lebih dalam, Yudi menegaskan, ketika revisi UU KPK sudah diparipurnakan. Ada waktu 30 hari untuk Presiden menandatangani hal tersebut.
"Ketika sudah diketok paripurna, karena 30 hari harus tandatangan Presiden, ternyata Presiden tidak tandatangan. Tapi tetap berlaku. UU 19 tahun 2019, Presiden tidak tandatangan. Artinya tapi tetap berlaku makanya ini kenapa. Waktu itu keluarin Surpres tapi begitu lihat isinya ga setuju. Waktu itu ada beberapa saya lihat inisiatif DPR isinya parah sekali (UU KPK) daripada yang asli sekarang," papar Yudi.
Selain itu, Yudi juga mengingat, selain menolak revisi UU karena dinilai melemahkan KPK, ketika itu insan lembaga antirasuah juga menolak Firli Bahuri sebagai calon pimpinan KPK.
"Kita menolak, kita sampai tutup logo KPK, demo, demo bahkan kita menolak pimpinan bermasalah Firli. Sama Firli pun dipilih semua. Ketika Firli terpilih DPR terlibat, Presiden wakil pemerintah terlibat dan waktu itu ingat bahwa bingkai mereka memperkuat," tutur Yudi.