Kemlu menjelaskan, forum tersebut digunakan oleh negara-negara anggota PBB untuk melakukan tukar pikiran mengenai upaya pemberdayaan masyarakat, serta membahas kerja sama antara negara-negara yang memiliki kesamaan pandangan mengenai upaya pemberdayaan masyarakat. Dalam forum itu Pemerintah Indonesia hadir secara resmi.
Meski begitu, delegasi yang menyebarkan pesan separatis di UNPFII disebut datang di bawah sebuah NGO atau organisasi non-pemerintah. Mereka merentangkan tulisan Free Papua, Free Maluku dan Free Aceh jelang pembukaan Sidang UNPFII.
Berdasarkan informasi, mereka berasal dari Kelompok Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF) dan West Papua Liberation Organization (WPLO). Perwakilan dari ASNLF bernama Tengku Fajri Krueng dan Muhammad Hanafiah. Sementara, perwakilan WPLO ada John Anari dan Martin Go.
Walaupun telah diingatkan pada kesempatan pertama, kelompok ini kembali membuat keributan di forum tersebut. Di jadwal sidang berikutnya, Tengku Krueng yang mengaku mewakili bangsa pribumi Aceh Sumatera menyebut bahwa Indonesia telah mengeksploitasi tanah Aceh, mengambil sumber daya demi membiayai operasi sipil dan militer Indonesia dan menghancurkan kehidupan masyarakat Aceh.
Dalam forum yang dihadiri banyak negara, Tengku Krueng juga menyebut Indonesia sebagai pencuri kekayaan Aceh, dan secara terbuka melakukan pelanggaran HAM berat tanpa hukuman. Ia mendesak PBB untuk meminta pertanggungjawaban Indonesia atas kejahatan terhadap rakyat Aceh, Papua dan Maluku.
"Ini parah, sudah diingatkan tapi terus berulah, terus bagaimana komunikasi Kemlu dengan organisasi ini? Kok bisa mengundang masyarakat adat yang masih gemar provokasi," ungkap Nico.