Hilangnya jejak Michael membuat gempar dunia. Media-media AS mengulas insiden anak konglomerat ini sebagai headline. Upaya pencarian besar-besaran dilakukan dengan mengerahkan pasukan terlatih US Army dengan helikopter, pesawat, hingga kapal.
Namun, semuanya nihil. Michael tak pernah ditemukan. Carl Hoffman yang sengaja datang ke Papua beberapa tahun kemudian mencoba menyingkap tabir kematian itu. Dia pun memeriksa kepingan demi kepingan cerita termasuk laporan dan surat dari Pemerintah Belanda, juga misionaris berbahasa Asmat, dan otoritas Gereja Katolik, yang sebagian besar tidak pernah dipublikasikan.
Dari hasil investigasi panjang di Papua itu Hoffman mendengar beberapa cerita tentang orang-orang Otsjanep yang membunuh Michael setelah dia berenang ke pantai. Kemungkinan Michael dimangsa suku kanibal menyeruak atas dasar kemungkinan wilayah terdekat yang bisa dicapainya ketika berenang adalah Otsjanep, tempat yang ketika itu masih mempraktikkan kanibalisme.
Apa pun, hingga saat ini jasad Michael tak pernah ditemukan. Berdasarkan hukum Amerika, anak bungsu Nelson Rockefeller itu dinyatakan meninggal dunia pada 1964. Untuk menghormati, namanya diabadikan sebagai salah satu ruangan (sayap) di The Metropolitan Museum of Art di New York.
(Zen Teguh)