JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) maraton mengusut dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari bank milik negara kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Sejumlah pihak baik saksi maupun tersangka terus digali keterangannya.
Sejumlah pihak yang sudah ditetapkan tersangka yakni Direktur Utama PT Sritex 2005-2022 Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Dicky Syahbandinata (DS) Pemimpin Divisi Komersial, dan Korporasi Bank Jawa Barat (Jabar) Banten, serta Zainuddin Mappa selaku Dirut Bank DKI 2020. Mereka dijerat terkait penyimpangan dan pemberian serta penggunaan fasilitas kredit Rp3,6 triliun.
Sekretaris Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH AP) PP Muhammadiyah, Ikhwan Fahrojih mendukung langkah Kejagung dalam mengungkap kasus tersebut. Sebab, uang yang dikucurkan BUMN merupakan bagian dari keuangan negara.
"Penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum dalam pengucuran kredit dari bank BUMN kepada pihak swasta tergolong sebagai tindak pidana korupsi. Karena itu, langkah Kejagung ini patut diapresiasi,” kata Ikhwan dalam keterangannya, Selasa (10/6/2025).
Ikhwan menegaskan, proses hukum dalam kasus ini tidak hanya penting untuk penegakan hukum, tetapi juga sebagai upaya memulihkan kerugian negara. Menurutnya, mekanisme pailit yang selama ini diterapkan kurang efektif dalam mengembalikan dana kredit bermasalah.
Kejagung pun diminta mendalami penggunaan dana kredit kepada Sritex. Bila ditemukan indikasi dana digunakan di luar kepentingan perusahaan atau untuk kepentingan pribadi, maka perlu diterapkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna melacak aliran dana tersebut.
Menurut Ikhwan, pemberantasan korupsi semestinya tidak berhenti pada aspek penindakan saja. Ia menekankan perlunya pembenahan sistem untuk mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang.
"Perlu ada perbaikan sistem agar modus korupsi yang sama tidak terulang kembali. Tanpa reformasi sistem, kita hanya akan terus mengejar bayang-bayang korupsi,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengapresiasi kemajuan Kejaksaan dalam beberapa tahun terakhir, terutama dalam upaya memulihkan kerugian negara ke kas negara. Namun, ia mengingatkan agar penegakan hukum dilakukan secara sistematis, dengan strategi, target, dan tujuan yang jelas. Bukan hanya semata-mata reaktif terhadap isu-isu aktual.
Ikhwan turut mendorong sinergi yang lebih kuat antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bagian dari sistem peradilan pidana terpadu. Meski memiliki kewenangan yang berbeda, ketiga lembaga tersebut dinilai perlu menyusun strategi bersama, khususnya dalam bidang pencegahan korupsi.
Terkait kasus Sritex, Ikhwan mengusulkan agar sistem pemberian kredit di bank BUMN dievaluasi secara menyeluruh. Ia menilai pentingnya prosedur yang transparan, jaminan kredit yang sah dan bernilai, serta sistem pengawasan yang kuat untuk mencegah terjadinya praktik seperti pemberian cashback kepada oknum pejabat bank.
"Permasalahan dalam penyaluran kredit kerap kali muncul akibat intervensi kepentingan dan transaksi gelap. Karena itu, pengusutan kasus Sritex ini semestinya menjadi momentum untuk memperbaiki sistem agar bebas dari korupsi," pungkasnya.
(Arief Setyadi )