JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) membentuk Moderate Millennial Agent (MMA). Nantinya mereka akan menjadi garda depan narasi toleransi dan kerukunan di ruang-ruang siaran dan media sosial.
Dirjen Bimas Islam, Kemenag Abu Rokhmad, mengatakan, penyiar muda memiliki potensi besar dalam membentuk opini publik, terutama di kalangan generasi Z.
“Para penyiar muda adalah mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan pesan keagamaan yang damai, toleran, dan sesuai konteks zaman,” kata Abu dalam acara Pengukuhan dan Inaugurasi MMA 2025 bertajuk “Siaran Sepenuh Cinta, Suburkan Kerukunan Umat Beragama”Kamis (12/6/2025).
Generasi muda kata Abu memiliki jangkauan yang luas dalam menyebarkan pesan keagamaan.
Abu juga menekankan pentingnya membumikan nilai-nilai moderasi beragama dalam setiap konten siaran.
“Rukun bukan berarti tanpa masalah. Tetapi ketika ada cinta dan dialog, masalah bisa diselesaikan dengan baik. Seperti dalam rumah tangga, begitu pula kehidupan antarumat beragama di Indonesia,” tandasnya.
Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, menambahkan, menjelaskan bahwa MMA bukan sekadar produk pelatihan, tetapi merupakan gerakan strategis anak muda untuk menjaga nalar publik dan menyuarakan nilai-nilai agama yang damai, relevan, dan menyentuh hati.
“Hari ini kita menyaksikan lahirnya para agen muda yang siap memperkenalkan narasi agama yang moderat, damai, dan membumi di tengah masyarakat digital. Ini bukan sekadar seremoni, tetapi penanda gerakan,” ujar Zayadi.
Setiap zaman kata dia memiliki medianya, dan setiap generasi membutuhkan agennya. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah agen transformasi peradaban. Nabi menyapa umat dengan empati dan keteladanan. Ini menjadi pelajaran penting bahwa pengaruh lahir dari integritas, bukan sekadar kata-kata.
“Zaman sekarang juga membutuhkan agen seperti MMA, yakni para penyiar nilai, penjaga kesadaran kolektif, dan influencer spiritual yang menyuarakan pesan agama dengan cinta, bukan benci; dengan kedalaman makna, bukan sekadar viralitas,” tuturnya.
Saat ini, di era digital menjadi influencer sangat mudah. Yang menantang justru adalah menjadi influencer spiritual, yakni sosok yang mampu menggerakkan hati, menyatukan nilai, dan menyampaikan pesan agama secara menyentuh dan membumi.
“Setiap konten sederhana yang bermanfaat adalah bagian dari dakwah. Masa depan generasi tidak hanya ditentukan oleh kebijakan pemerintah, tetapi juga oleh siapa yang mengisi narasi di ruang publik,” tutup Zayadi.
(Fahmi Firdaus )