Aksi protes juga dilakukan menyusul banyaknya penggerebekan hingga penangkapan yang dilakukan otoritas imigrasi federal AS, atau Department of Homeland Security (DHS) dan Badan Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) kepada warga migran dengan dalih penegakan hukum imigrasi.
Menurutnya, kebijakan Trump justru mengantarkan AS menuju pada jurang kematiannya. Sebab, AS tak lagi menjadi negara di mana banyak etnis yang berkumpul melebur menjadi satu. Padahal, selama ini imigran di AS menjadi penggerak ekonomi negara adidaya itu.
"USA semakin menuju kematian, karena tidak lagi menjadi melting pot. Tidak lagi punya American Dream. Padahal, imigran selama ini jadi motor pertumbuhan USA," ujar Mardani.
Secara politik, lanjut Mardani, Indonesia menghadapi dilema diplomatik. Di satu sisi, Indonesia memiliki hubungan strategis dan ekonomi dengan AS, namun di sisi lain, prinsip-prinsip hak asasi manusia dan perlindungan warga negara asing yang kini dirusak oleh kebijakan imigrasi Trump.
Diketahui, dua WNI yang baru-baru ini ditangkap ICE tidak terlibat dalam aksi demonstrasi meski penangkapan terjadi di tengah aksi protes. KJRI Los Angeles menyatakan kedua WNI tersebut sedang dalam proses pengajuan perubahan status untuk mendapatkan green card atau kartu penduduk tetap di AS.
Hal ini yang menurut KJRI masih menjadi tanda tanya karena otoritas AS biasanya tidak menangkap orang yang sedang alih status. Meski, DHS menyebut salah satu WNI memiliki catatan kriminal, KJRI menyatakan kasusnya masih belum jelas.
Terkait hal ini, Mardani meminta pemerintah memberikan perlindungan maksimal bagi para WNI, mengingat kondisi AS kini sedang tidak baik-baik saja karena ke kebijakan Donald Trump yang keras.
"Mungkin perlu disiapkan para pengacara handal dan bekerja sama dengan komunitas lokal untuk mengatasi kebijakan imigrasi yang kontroversial tersebut,” tuturnya.