JAKARTA – Nama Noshir Gowadia mendadak kembali mencuat usai Amerika Serikat meluncurkan Operasi Midnight Hammer untuk membombardir fasilitas nuklir Iran dengan jet tempur siluman B-2 Spirit pada Minggu, 22 Juni 2025 lalu. Serangan itu diklaim telah menghancurkan sebagian besar kekuatan pertahanan Negeri Para Mullah.
Bomber Siluman B-2 Spirit, pesawat tercanggih di dunia, dikerahkan AS dalam operasi udara atas klaim Israel yang menuduh Teheran hampir memeroleh pengayaan uranium untuk pengembangan senjata nuklir. Tudingan zionis diamini begitu saja oleh Presiden Donald Trump, yang segera mengerahkan jet-jet siluman untuk memborbardir Fordo, Natanz dan Isfahan.
Lantas, apa kaitan dengan Gowadia?
Dilahirkan di Mumbai, India pada 11 April 1944, Gowadia hijrah dan menjadi warga negara Amerika pada 1969. Kepergiannya ke Negeri Paman Sam ketika itu sesungguhnya untuk mengejar pendidikan tinggi di bidang teknik penerbangan.
Upaya itu membuahkan hasil. Lulus kuliah, dia mendapat pekerjaan sebagai insinyur desain di Northrop Grumman, perusahaan pertahanan yang membuat pesawat tempur pengebom Siluman B-2.
“Pada puncak Perang Dingin, AS memelopori teknologi yang tidak hanya memberinya keuntungan strategis atas musuh-musuhnya, tetapi juga membantu mempertahankan keunggulan militernya lebih dari enam dekade kemudian. Teknologi itu—siluman-- masih relevan hingga saat ini,” bunyi ulasan NDTV, dikutip Senin (30/6/2025).
Sebagain insinyur teknik penerbangan, kecerdasan Gowadia selama beberapa dekade tercatat telah memajukan efektivitas teknologi siluman. Dia memberikan kontribusi signifikan untuk mengurangi kemampuan deteksi radar dan inframerah pesawat bomber B-2 Spirit, serta faktor desain untuk mengurangi tanda visualnya.
Kontribusi Gowadia dalam konfigurasi knalpot pesawat siluman dan material penyerap gelombang radar juga diacungi jempol. Selama di Northrop itu, dia juga mengerjakan proyek untuk meningkatkan sistem propulsor pesawat pengebom tersebut.
Pesawat bomber B-2 Spirit dianggap sebagai siluman karena teknologinya yang sangat canggih dan mumpuni. Dirancang agar sulit terdeteksi radar karena material komposit yang digunakan, jet ini mampu menjelajah 9.600 kilometer tanpa pengisian bahan bakar.
Tak cuma itu, B-2 Spirit dapat menyerang target-target yang tak bisa ditembus dengan pesawat tempur biasa. Jet siluman ini sanggup menggotong GBU-57 Massive Ordnance Penetrator (MOP), bom penghancur bunker berukuran besar yang dirancang untuk menembus target bawah tanah.
Saat ini hanya tiga negara yang memiliki kemampuan teknologi siluman yakni AS, Rusia, dan China. AS mula-mula mengembangkan teknologi siluman pada 1958. Rusia yang dulu bernama Uni Soviet membutuhkan 17 tahun kemudian untuk mencapai kemampuan tersebut pada 1974. Adapun China mendapatkannya hampir empat dekade kemudian, ketika menguji J-20 pada 2011.
Ketika AS dan Rusia mengembangkan teknologi silumannya sendiri, China dilaporkan mendapatkan melalui spionase alias mata-mata. Dengan kata lain, Tiongkok sukses mengembangkan teknologi siluman dari hasil bocoran. Di sinilah terbongkar peran Noshir Gowadia.
Gowadia ditangkap pada Agustus 2010. Di pengadilan dia dijerat setidaknya 14 dakwaan, antara lain membocorkan informasi pertahanan nasional, pelanggaran undang-undang penjualan senjata dan undang-undang pengawasan ekspor senjata, serta pencucian uang.
Aktivitas mencurigakan Gowadia muncul setelah dia secara agresif memasarkan jasanya melalui firma konsultan swasta miliknya. Saran profesionalnya mencakup informasi rahasia tentang sensor dan sistem propulsi siluman.
Seorang Asisten Jaksa Agung untuk Divisi Keamanan Nasional Departemen Kehakiman, mengutip tulisan Office of Official Investigation, mencatat bahwa, "Terdakwa dalam kasus ini berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuannya dan pengetahuannya tentang teknologi militer yang sensitif."
Selama penyelidikan, menurut laporan BBC, terungkap Gowadia mengunjungi China beberapa kali pada awal 2000-an. Penyelidikan juga membongkar fakta dia menerima sejumlah besar uang, yang kemudian digunakannya untuk melunasi hipotek atas sebuah vila mewah tepi pantai bernilai jutaan dolar di Pulau Maui, Hawaii.
Penyelidikan dan proses pengadilan Gowadia dimulai pada 2005 ketika dia ditangkap tak lama setelah kunjungan terakhirnya ke Negeri Tirai Bambu. Gowadia akhirnya dinyatakan bersalah atas 14 dari 17 dakwaan yang dihadapinya dan dijatuhi hukuman 32 tahun penjara.
Menurut India Today, selama proses pengadilan, penasihat hukum menyangkal kliennya bersalah. Gowadia hanya membagikan data yang tersedia untuk umum dan menyalahkan Pemerintah AS karena mengklasifikasikan materi tersebut secara berlebihan.
Mereka membantah bahwa Gowadia bertindak sebagai pengkhianat. Sebaliknya, mengatakan bahwa ia hanyalah seorang insinyur yang bertujuan untuk memajukan teknologi kedirgantaraan, bukan merugikan AS.
(Zen Teguh)