Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Hasan Nasbi: Tidak Boleh Ditekan dengan Opini

Binti Mufarida , Jurnalis-Senin, 30 Juni 2025 |16:57 WIB
Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Hasan Nasbi: Tidak Boleh Ditekan dengan Opini
Penulisan Ulang Sejarah Indonesia, Hasan Nasbi: Tidak Boleh Ditekan dengan Opini (Foto : Istimewa)
A
A
A

JAKARTA - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi menegaskan  ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia. Para sejarawan, dipastikan tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya. Dirinya pun menegaskan, dalam penggarapannya, orang yang sedang bekerja tidak boleh ditekan dengan opini.

“Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah. Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” kata Hasan dalam dialog di Universitas Al Azhar, Jakarta, Senin (30/6/2025).

Karena itu, Hasan meminta publik yang memberikan kritik untuk menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut. Dia mengingatkan jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.

“Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang bekerja kan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ujar Hasan.

Hasan kembali menambahkan pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah juga harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian. “Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak,” katanya.

Selain itu, Hasan juga menyorot tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis. Hasan mencontohkan soal PSK bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan. 

“Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang. Ada nggak ditulis dalam sejarah kita? Kejadian enggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis enggak itu?” lanjut Hasan.

 

Menurut Hasan, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia. “Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang,” ujarnya.

Diketahui, penulisan ulang sejarah Indonesia menuai pro-kontra. Salah satunya soal tone positif dalam penulisan sejarah itu. Bahkan, Menteri Kebudayaan Fadli Zon pun telah menanggapi kabar term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Fadli menjelaskan penulisan sejarah ulang yang dilakukan pemerintah bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu. Dia mengatakan, salah satu tujuan penulisan ulang sejarah Indonesia adalah mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional. 

“Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” kata Fadli, pada Minggu 1 Juni 2025.

(Angkasa Yudhistira)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement