JAKARTA - Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, merilis laporan yang mengungkap keterlibatan perusahaan raksasa teknologi dunia seperti Google, Amazon, dan Microsoft dalam mendukung “transformasi ekonomi genosida” Israel. Perusahaan-perusahaan itu disebut mendapatkan keuntungan dari kekejaman Israel yang terjadi di Gaza dan wilayah Palestina.
Laporan yang akan akan dipresentasikan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB ini menyoroti bagaimana Israel telah menjadi ladang bisnis bagi perusahaan-perusahaan tersebut dengan mengambil keuntungan dari pendudukan ilegal, apartheid, dan genosida di wilayah Palestina yang diduduki.
“Dengan menyoroti ekonomi politik dari pendudukan yang berubah menjadi genosida, laporan ini mengungkap bagaimana pendudukan yang tak berkesudahan telah menjadi ladang uji coba ideal bagi produsen senjata dan perusahaan teknologi besar, sementara investor dan institusi publik maupun swasta meraup keuntungan tanpa hambatan,” kata Albanese dalam laporannya, sebagaimana dilansir Middle East Eye, Kamis, (3/7/2025).
Dia menambahkan banyak korporasi berpengaruh yang terikat secara finansial dengan rezim apartheid dan militerisme Israel.
Dalam laporan setebal 24 halaman itu, Albanese mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang terlibat dengan militerisme Israel di wilayah pendudukan, dalam berbagai sektor. Di bidang persenjataan, teknologi, konstruksi, dan energi, disebutkan korporasi seperti Elbit Systems dan Lockheed Martin, sedangkan di bidang produsen alat berat seperti Caterpillar dan HD Hyundai, disebut berperan dalam penghancuran kehidupan warga Palestina dan pembangunan permukiman ilegal.
Salah satu temuan penting laporan ini adalah peran wilayah pendudukan sebagai “unique testing ground” atau ladang uji coba unik bagi perusahaan teknologi dan militer. Albanese mengungkapkan bahwa penindasan terhadap warga Palestina semakin terotomatisasi dengan bantuan teknologi canggih.
Pada Oktober 2023, ketika infrastruktur cloud militer Israel mengalami kelebihan beban, Microsoft Azure dan konsorsium Project Nimbus yang dijalankan Google dan Amazon “turun tangan menyediakan infrastruktur cloud dan kecerdasan buatan (AI) yang krusial” bagi operasi militer Israel.
Laporan ini juga menyoroti penggunaan sistem AI yang dikembangkan militer Israel untuk memproses dan menghasilkan target selama perang di Gaza. Palantir Technology Inc, yang sudah bekerja sama dengan Israel sebelum Oktober 2023, diduga menyediakan teknologi predictive policing otomatis, infrastruktur pertahanan utama, serta platform AI yang memungkinkan integrasi data medan perang secara real-time untuk pengambilan keputusan otomatis.
“Israel melakukan kejahatan seperti bernapas. Satu-satunya cara untuk melindungi tidak hanya warga Palestina, tetapi juga warga Israel, adalah dengan menghentikan pendudukan ini. Pendudukan ini merupakan ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia,” kata Albanese dalam laporannya, menambahkan bahwa genosida Israel di wilayah Palestina memberi keuntungan bagi perusahaan-perusahaan tersebut.
Dari 60 perusahaan yang disebutkan, 48 telah diberi informasi resmi terkait temuan ini, namun hanya 15 yang memberikan tanggapan yang tidak dipublikasikan. Lockheed Martin, misalnya, menyatakan bahwa penjualan senjata mereka adalah transaksi antar pemerintah dan menyarankan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberikan klarifikasi.
Laporan ini juga mencatat bahwa sejak dimulainya serangan Israel ke Gaza, Bursa Efek Tel Aviv melonjak 179 persen, dengan nilai pasar bertambah sekitar USD157,9 miliar. Namun, misi Israel di Jenewa membantah laporan tersebut, menyebutnya tidak berdasar secara hukum dan sebagai penyalahgunaan jabatan.
Sebagai langkah tegas, Albanese mendesak negara-negara anggota PBB untuk menjatuhkan sanksi dan embargo senjata penuh terhadap Israel, serta menangguhkan semua perjanjian dagang dan investasi dengan individu atau entitas yang membahayakan warga Palestina.
Ia juga menyerukan agar Mahkamah Pidana Internasional dan pengadilan nasional mengusut dan menuntut para eksekutif serta perusahaan yang terlibat dalam kejahatan internasional dan pencucian hasil kejahatan tersebut.
Laporan ini menjadi peringatan serius bagi dunia teknologi global untuk mengevaluasi kembali peran mereka dalam konflik yang menimbulkan penderitaan kemanusiaan, dan mengambil sikap tegas demi keadilan serta perdamaian.
(Rahman Asmardika)