KERAJAAN Majapahit goyah ditinggalkan Gajah Mada sebagai Mahapatih-nya. Sosok Gajah Mada memang tak diragukan lagi ketika mengisi jabatan Mahapatih Majapahit, yang cukup strategis. Makanya, ketika ia memutuskan mengundurkan diri, Majapahit kesulitan mencari penggantinya.
Beragam urusan yang harus dikerjakan sebagai pembantu raja menjadi faktor sulitnya mengemban jabatan Mahapatih Kerajaan Majapahit. Bahkan, sepeninggal Gajah Mada, ada beberapa jabatan yang sebelumnya dirangkap Gajah Mada dibagi ke beberapa orang pejabat di Kerajaan Majapahit.
Memang, semasa Gajah Mada, semua urusan Mahapatih kerajaan untuk memajukan Majapahit ia lakukan seorang diri. Dikutip dari buku "Gajah Mada: Sistem Politik dan Kepemimpinan" karya Enung Nurhayati, kepemimpinan Gajah Mada yang dilandasi sifatnya tersebut telah mengantarkan dia menjadi seorang ahli politik yang bijaksana, baik itu politik pemerintahan maupun politik peperangan.
Bukti kemahiran Gajah Mada dalam bidang politik pemerintahan sangat terasa sekali setelah Gajah Mada wafat. Kedudukan Gajah Mada merupakan one man government atau pemerintahan satu manusia. Dalam pelaksanaan program pemerintahan Majapahit, tidak bisa digantikan pejabat lain.
Hasilnya, ada beberapa jabatan Gajah Mada yang harus dibagikan ke beberapa orang pejabat. Di posisi pejabat pertama yakni posisi Weddramantri yang diemban Empu Tandi, seorang arya. Kedua, Empu Nala yang terpilih sebagai Tumenggung Mancanagara atau wakil mahkota.
Empu Nala terkenal sebagai pahlawan perang yang menghargai jasa dan menghukum kejahatan. Ia pernah menaklukkan Dompo di Nusa Tenggara. Selanjutnya, Majapahit melantik Sri Nata Krewarddhana dan Wikramawardana, masing-masing ayah dan ipar Hayam Wuruk yang terpilih sebagai Dharmadhyaksa atau ketua Mahkamah Agung yang dibantu oleh tujuh Upapati atau pembantu mahkamah.
Jabatan Gajah Mada asalnya juga meliputi mahkamah, karena dia mewakili Sri Nata. Raja adalah hakim yang paling tinggi dalam negeri. Jabatan berikutnya yang dilantik yakni Patih Dami, ia terpilih sebagai Yuwamantri atau menteri muda, tugasnya adalah untuk mengurus seluk-beluk dalam keraton. Bisa diistilahkan bahwa fungsi ini semacam kepala rumah tangga keraton.
Pejabat keenam yang dilantik yakni Empu Singa, yang dipilih sebagai menteri yang bertugas mengawasi segala perintah Sri Nata. Boleh dikatakan, fungsinya sebagai sekretaris negeri yang harus mengedarkan segala perintah Baginda kepada semua yang berkepentingan.
Pekerjaan demikian dilakukan patih sebagai orang yang tinggi dalam pemerintahan setelah raja. Maka, Majapahit mengangkat enam orang menteri sebagai pengganti Gajah Mada.
Pelantikan enam pejabat pengganti Gajah Mada ini menunjukkan bahwa fungsi dan peran Gajah Mada sebagai Patih meliputi segala bidang. Hal ini membuktikan Gajah Mada memiliki sifat pemimpin yang naya. Sifat naya sendiri berarti pribadi yang bijaksana, penuh kearifan, dan memiliki siasat serta taktik.
(Arief Setyadi )