Lalu, kata Helfi, cara tradisional atau manual yakni dengan memasukkan beras di bawah standar pada bungkus premium.
"Lalu tradisional, mereka sudah pesan packing, plastik sesuai komposisi dia tulis premium, sementara beras yang dimasukkan tidak ada standarnya. Dia menampung dari mana pun, dia masukkan, dia jual. Tidak diperiksa komposisinya," ucap Helfi.
Atas perbuatannya, para produsen diduga melanggar Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat (1) huruf A dan F UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dit Tipideksus Bareskrim Polri sedang membidik tersangka kasus dugaan beras oplosan yang bikin masyarakat merugi Rp99,35 triliun.
Helfi mengungkapkan, tersangka bisa berasal dari perorangan maupun korporasi. Dewasa ini, polisi sedang mengumpulkan alat bukti tambahan sebelum melakukan gelar perkara penetapan tersangka tersebut.
"Terkait masalah tersangka, bisa perorangan dan bisa korporasi. Kenapa demikian? Karena profitnya otomatis perusahaan yang akan menikmati," ujar Helfi.