Meskipun bermasalah, kedua pihak tetap bersepakat untuk melanjutkan kerja sama sebagaimana disepakati dalam revisi PKS tahun 2018. Pertemuan lanjutan digelar di Lampung pada Juni 2024 antara jajaran direksi dan dewan komisaris PT INH dengan Djunaidi selaku Direktur Utama PT PML. Mereka menyepakati pengelolaan hutan melalui skema Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH).
“Pada Agustus 2024, PT PML melalui Djunaidi mengeluarkan dana sebesar Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT INH, yang disetor ke rekening perusahaan,” kata Asep.
“Pada saat yang sama, Dicky (DIC) selaku Dirut PT INH diduga menerima uang tunai Rp100 juta dari Djunaidi, yang digunakan untuk keperluan pribadi,” lanjutnya.
Kemudian, pada November 2024, Dicky menyetujui permintaan perubahan RKUPH terkait pengelolaan hutan di register 42 dan 46. Selanjutnya, pada Februari 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT INH, yang mengakomodasi kepentingan PT PML.
Djunaidi lantas meminta stafnya, Sudirman, untuk membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp3 miliar dan Rp4 miliar sebagai laporan keuangan dari PT PML ke PT INH. Laporan ini membuat keuangan PT INH yang sebelumnya ‘merah’ berubah menjadi ‘hijau’, menyelamatkan posisi Dicky.
“Sudirman kemudian melaporkan kepada Djunaidi bahwa total dana Rp21 miliar telah dikeluarkan PT PML untuk modal pengelolaan hutan,” ungkap Asep.