NAIROBI - Sudan Selatan membantah menggelar pembicaraan dengan Israel terkait rencana menampung warga Gaza, Palestina, di negara tersebut. Sudan Selatan menegaskan tidak ada perundingan dengan Israel.
Pada Selasa, Associated Press, mengutip enam orang yang mengetahui masalah tersebut, melaporkan Israel sedang mengadakan diskusi dengan Sudan Selatan untuk memukimkan kembali warga Palestina dari Gaza di negara Afrika Timur tersebut.
"Klaim ini tidak berdasar dan tidak mencerminkan posisi atau kebijakan resmi Pemerintah Republik Sudan Selatan," kata Kementerian Luar Negeri Sudan Selatan, dalam pernyataan, melansir Reuters, Jumat (15/8/2025).
Militer Israel telah menggempur Kota Gaza dalam beberapa hari terakhir sebelum rencana pengambilalihan wilayah kantong yang hancur. Gaza merupakan rumah bagi lebih dari 2 juta warga Palestina.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, pada Rabu (13/8/2025), menegaskan kembali pandangannya bahwa warga Palestina sebaiknya meninggalkan Gaza. Pandangan.
Banyak pemimpin dunia merasa ngeri dengan gagasan pemindahan penduduk Gaza. Menurut Palestina, ini akan seperti "Nakba" (bencana) lainnya ketika ratusan ribu orang melarikan diri atau dipaksa keluar selama perang Arab-Israel tahun 1948.
Pada Maret, Somalia dan wilayahnya yang memisahkan diri, Somaliland, juga membantah menerima proposal dari Amerika Serikat atau Israel untuk relokasi warga Palestina dari Gaza. Sementara Mogadishu menyatakan dengan tegas menolak langkah tersebut.
Menteri Luar Negeri Sudan Selatan, Senin Semaya Kumba, mengunjungi Israel bulan lalu dan bertemu dengan Netanyahu, menurut Kementerian Luar Negeri di Juba.
Bulan lalu, pemerintah Sudan Selatan mengonfirmasi delapan migran yang dideportasi ke negara Afrika tersebut oleh pemerintahan Trump saat ini berada dalam perawatan pihak berwenang di Juba setelah mereka kalah dalam pertempuran hukum untuk menghentikan pemindahan mereka.
Sejak memperoleh kemerdekaan dari Sudan pada 2011, Sudan Selatan telah menghabiskan hampir separuh hidupnya dalam perang. Saat ini, Sudan Selatan dilanda krisis politik, setelah pemerintahan Presiden Salva Kiir memerintahkan penangkapan Wakil Presiden Riek Machar pada Maret.
(Erha Aprili Ramadhoni)