Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

China Catat Perlambatan Industri, Hadirkan Dampak Sosial dan Ekonomi

Rahman Asmardika , Jurnalis-Selasa, 19 Agustus 2025 |12:54 WIB
China Catat Perlambatan Industri, Hadirkan Dampak Sosial dan Ekonomi
Ilustrasi.
A
A
A

JAKARTA – Ekonomi China menunjukkan tanda-tanda perlambatan, terlihat dari data terbaru Indeks Manajer Pembelian (PMI) Negeri Tirai Bambu. Sejumlah pabrik di kawasan industri utama negara tersebut mengalami penutupan.

Pada Juli, PMI mencatat angka 49,3, turun dari 49,7 pada bulan sebelumnya dan di bawah perkiraan pasar. Angka di bawah 50 ini mengindikasikan kontraksi aktivitas manufaktur, sebuah sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi China, yang dikenal sebagai "pabrik dunia," menghadapi tekanan serius.

Penurunan ini juga terlihat pada indeks pesanan baru yang turun ke 49,4 dari 50,2, serta pesanan ekspor baru yang menyusut menjadi 47,1 dari 47,7. Sementara itu, PMI sektor non-manufaktur, yang meliputi jasa dan konstruksi, hampir menyentuh batas kontraksi dengan angka 50,1.

Data tersebut menunjukkan tantangan nyata di tengah usaha pemerintah China mempertahankan stabilitas ekonomi: produksi melambat, permintaan berkurang, dan tekanan dirasakan di seluruh ekosistem industri.

Penurunan di Delta Sungai Mutiara

Delta Sungai Mutiara adalah pusat manufaktur utama China dan penggerak utama pertumbuhan ekspornya selama beberapa dekade. Namun, pabrik-pabrik di kota seperti Dongguan dan Guangzhou yang sebelumnya aktif memproduksi barang untuk pasar global kini menghadapi sejumlah penutupan.

Dilansir Financial Post, Selasa (19/8/2025), Yee Fung Sports Technology, perusahaan dengan investasi Hong Kong berdiri sejak 1977 dan dikenal sebagai pemasok helm serta sol sepatu olahraga internasional, mengumumkan penutupan operasional di Dongguan pada 14 Juli. Pada 30 Juli, hampir seluruh karyawan diberhentikan, hanya beberapa yang tersisa untuk menyelesaikan proses penutupan akibat turunnya pesanan drastis hingga nol.

Fenomena serupa terlihat sejak awal Juli saat sejumlah perusahaan swasta dan asing di Dongguan mengumumkan penutupan.

 

Tianhong Technology asal Kanada resmi tutup pada 1 Juli. Beberapa minggu kemudian, Wuzhu Electronic Technology, produsen semikonduktor dengan pendapatan tahunan 1,5 miliar yuan (sekitar Rp3,375 triliun) dan hampir 6.000 karyawan, mengajukan kebangkrutan dan likuidasi pada 22 Juli.

Penurunan permintaan, terutama dari pasar internasional, berdampak pada stabilitas operasional perusahaan-perusahaan tersebut. Pemutusan hubungan kerja meluas, menghilangkan lapangan kerja dan menimbulkan ketidakpastian bagi banyak keluarga. Seluruh rantai pasokan, mulai dari pemasok bahan baku hingga perusahaan logistik, mengalami tekanan berkelanjutan.

Penutupan Massal di Guangzhou

Krisis meluas ke luar Dongguan. Di Guangzhou, ibu kota Provinsi Guangdong, data resmi menunjukkan gelombang besar pencabutan pendaftaran usaha.

Antara Januari dan Mei, 72.769 perusahaan dicabut pendaftarannya—rata-rata 482 penutupan per hari.

Angka ini menggarisbawahi bahwa yang terjadi di Delta Sungai Mutiara bukan sekadar kejadian terisolasi, melainkan keruntuhan sistemik.

Penutupan pabrik mencakup berbagai industri, seperti elektronik, tekstil, permesinan, dan barang konsumsi.

Model ekspansi industri yang pesat yang dulu digembar-gemborkan kini tampak tidak berkelanjutan, dengan kelebihan kapasitas, utang menumpuk, dan menurunnya permintaan global yang berpadu menjadi badai kontraksi yang berat.

Wilayah yang dulu jadi simbol keajaiban ekonomi China kini menjadi simbol kemunduran.

Kesenjangan Antara Data dan Realitas

Partai Komunis China (PKC) terus menggembar-gemborkan narasi ketahanan, menyoroti angka pertumbuhan PDB yang "lebih baik dari perkiraan" serta metrik-metrik selektif sebagai bukti pemulihan.

Namun, kontraksi yang tercermin dalam PMI, disertai penutupan pabrik yang meluas, menunjukkan realitas yang berbeda di lapangan.

 

Bagi para pengusaha dan pekerja terdampak, optimisme resmi kurang memberikan penghiburan.Di balik setiap penutupan terdapat pengangguran, keluarga tanpa penghasilan, dan masyarakat yang terdampak.

Bagi investor asing dan mitra dagang, runtuhnya perusahaan-perusahaan yang dahulu stabil menggerus kepercayaan terhadap keandalan China sebagai pusat manufaktur.

Kontras antara retorika resmi dan kondisi riil menunjukkan ketidaksesuaian data dengan kenyataan.Meski angka-angka mungkin dimanipulasi untuk mencitrakan stabilitas, pabrik-pabrik yang tutup dan toko-toko sepi tidak dapat disembunyikan.

Turunnya Permintaan

Salah satu indikator menonjol adalah penurunan tajam pesanan baru, baik domestik maupun internasional.

Indeks pesanan baru kembali berkontraksi di angka 49,4, sementara pesanan ekspor baru merosot lebih dalam ke 47,1. Penurunan ini menunjukkan produsen kehilangan kontrak lama sekaligus gagal mendapatkan kontrak baru.

Penurunan pesanan ekspor menggambarkan melemahnya permintaan global terhadap produk China, diperparah oleh memburuknya hubungan dagang dan relokasi rantai pasokan manufaktur ke Asia Tenggara dan India.

Di dalam negeri, belanja konsumen yang lesu—disebabkan meningkatnya pengangguran dan menurunnya kepercayaan rumah tangga—semakin melemahkan permintaan yang seharusnya dapat mendorong pertumbuhan.

Konflik ganda ini membuat produsen kesulitan.

Tanpa pesanan baru, perusahaan sulit membenarkan mempertahankan pekerja dan produksi, sehingga banyak yang memilih likuidasi, memperparah krisis pengangguran yang sudah genting.

Dampak Kemanusiaan dari Kontraksi

Dampak ekonomi dari penutupan pabrik tidak hanya terlihat dalam statistik, tetapi juga membawa konsekuensi besar bagi kehidupan masyarakat.

 

Para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja menghadapi keterbatasan pilihan di pasar tenaga kerja yang melemah.

Pekerja migran, yang merupakan bagian penting dari tenaga kerja industri di Delta Sungai Mutiara, termasuk yang paling terdampak. Banyak dari mereka, yang sebelumnya menggantungkan diri pada penghasilan terbatas, harus kembali ke daerah asal di pedesaan dengan prospek kerja yang minim.

Bagi karyawan perusahaan seperti Wuzhu Electronic Technology, penutupan berarti perubahan langsung bagi hampir 6.000 keluarga.

Di Dongguan, penutupan perusahaan lama seperti Yee Fung Sports Technology turut berdampak sosial pada komunitas yang bergantung pada upah pabrik.

Setiap penutupan perusahaan juga berdampak pada pemasok, perusahaan transportasi, dan bisnis lokal yang mengandalkan aktivitas pabrik.

Restoran, pasar perumahan, dan pedagang kecil di kawasan industri mengalami penurunan permintaan seiring berkurangnya daya beli pekerja.

Apa yang dimulai sebagai kontraksi industri kini menjadi perlambatan ekonomi yang lebih luas.

Kehancuran yang Lebih Luas

Gelombang penutupan di pusat manufaktur terpenting China menandai kemunduran model ekonomi.

Selama puluhan tahun, Delta Sungai Mutiara melambangkan janji tenaga kerja murah, produksi massal, dan pertumbuhan ekspor. Kini, wilayah tersebut mencerminkan kemunduran dengan pabrik yang menganggur, utang yang belum terselesaikan, dan pengangguran besar-besaran.

Kontraksi telah mencapai perusahaan yang berdiri puluhan tahun dengan investasi asing dan pasar ekspor mapan, menunjukkan tidak ada sektor yang kebal dari kemerosotan.

 

Bahkan di area yang dilindungi Beijing, seperti sektor semikonduktor, perusahaan-perusahaan mengalami kolaps akibat beban utang dan hilangnya permintaan.

Sistem yang Sedang Merosot

Data PMI terbaru, penutupan perusahaan ternama, dan pencabutan pendaftaran di Guangzhou mengindikasikan sektor swasta China tengah menghadapi kesulitan serius.

Keinginan rezim memproyeksikan stabilitas menyoroti ketidaksiapan untuk mengakui tantangan yang ada.

Bagi ekonomi global, implikasinya signifikan. Keruntuhan industri China mengancam rantai pasokan, meningkatkan ketidakpastian pasar internasional, dan memperlihatkan rapuhnya ekonomi yang selama ini dianggap terlalu besar untuk gagal.

Bagi China sendiri, keruntuhan ini berdampak ekonomi, sosial, politik, dan eksistensial.

Pabrik-pabrik tutup, pesanan menurun, dan pekerja kehilangan pekerjaan. Ilusi pertumbuhan yang digaungkan PKC tidak mampu menutupi realitas suram kontraksi di pusat manufakturnya. Delta Sungai Mutiara yang dulu jadi mesin kebangkitan kini menjadi simbol kemunduran.

(Rahman Asmardika)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement