Indra menegaskan, debt collector tidak dibenarkan melakukan cegatan dan perampasan kendaraan di jalan. Berdasarkan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan Putusan MK Nomor 71/PUU-XIX/2021, tidak ada lagi hak eksekutorial bagi penagih utang bila debitur menolak menyerahkan kendaraan tanpa kesepakatan bersama.
“Penerima dan pemberi fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera janji. Jika ada kesepakatan, kreditur bisa langsung mengeksekusi. Namun jika tidak, eksekusi hanya bisa dilakukan melalui putusan pengadilan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Indra menyebut, debt collector wajib berada di bawah badan hukum resmi, memiliki izin dari instansi terkait, serta mengantongi sertifikat profesi di bidang penagihan. Penarikan kendaraan pun hanya boleh dilakukan oleh pegawai perusahaan pembiayaan atau pegawai alih daya dengan surat tugas resmi.
“Apabila penarikan dilakukan secara paksa atau tanpa prosedur benar, maka dapat dikategorikan tindak pidana, baik Pasal 335 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan, atau Pasal 365 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan,” papar Indra.