Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

RUU Perampasan Aset Dikritik, Guru Besar UNM: Ada 5 Pasal yang Bisa Rugikan Rakyat Kecil

Awaludin , Jurnalis-Selasa, 16 September 2025 |21:45 WIB
RUU Perampasan Aset Dikritik, Guru Besar UNM: Ada 5 Pasal yang Bisa Rugikan Rakyat Kecil
RUU Perampasan Aset (foto: freepik)
A
A
A

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang digadang-gadang sebagai senjata ampuh melawan korupsi ternyata menyimpan masalah.

Guru Besar Universitas Negeri Makassar (UNM), Harris Arthur Hedar, menyoroti lima pasal kontroversial yang dinilai bisa menggeser asas praduga tak bersalah hingga mengancam hak rakyat kecil.

“RUU ini punya tujuan mulia. Tetapi ada lima pasal yang harus dicermati. Karena hukum bisa lebih menakutkan daripada melindungi. Ini bisa menurunkan kepercayaan rakyat terhadap hukum dan negara. Sebelum disahkan, sebaiknya pasal-pasal tersebut diperbaiki,” ungkap Harris, Selasa (16/9/2025).

Menurut Harris, Pasal 2 mendalilkan negara bisa merampas aset tanpa menunggu putusan pidana. Masalah yang timbul adalah bergesernya asas praduga tak bersalah. Risikonya, pedagang atau pengusaha yang lemah dalam administrasi pembukuan bisa dianggap memiliki kekayaan “tidak sah”.

“Demikian juga Pasal 3, yang menyatakan aset dapat dirampas meskipun proses pidana terhadap orangnya tetap berjalan. Ini menimbulkan dualisme hukum perdata dan pidana. Risikonya, masyarakat bisa merasa dihukum dua kali: aset dirampas, sementara dirinya tetap diadili,” jelas Wakil Ketua Umum DPN PERADI itu.

 

Berikutnya, Pasal 5 ayat (2) huruf a menyebut perampasan dilakukan bila jumlah harta dianggap “tidak seimbang” dengan penghasilan sah. Persoalannya, frasa “tidak seimbang” sangat subjektif. Risikonya, seorang petani yang mewarisi tanah tanpa dokumen lengkap bisa dicurigai karena asetnya dianggap lebih besar dari penghasilan hariannya.

“Pasal 6 ayat (1) juga perlu dicermati. Aset bernilai minimal Rp100 juta bisa dirampas. Persoalannya, ambang batas nominal bisa salah sasaran. Seorang buruh yang membeli rumah sederhana Rp150 juta bisa terjerat, sementara penjahat bisa menyiasati dengan memecah aset di bawah Rp100 juta,” tandas Harris, yang juga Wakil Rektor Universitas Jayabaya itu.

Masih menurut Harris, Pasal 7 ayat (1) menyatakan aset tetap bisa dirampas meskipun tersangka meninggal, kabur, atau dibebaskan. Persoalannya, hal ini bisa merugikan ahli waris dan pihak ketiga yang beritikad baik. Risikonya, anak-anak bisa kehilangan rumah warisan satu-satunya hanya karena orang tuanya pernah dituduh tindak pidana.

“Yang juga penting dicermati adalah prosedur perampasan (blokir, sita, pembuktian), di mana setelah aset disita pihak yang keberatan justru harus membuktikan bahwa harta itu sah (reverse burden of proof). Ini membalik beban pembuktian ke rakyat. Risikonya, rakyat yang tidak paham hukum bisa kehilangan aset karena tidak mampu menunjukkan dokumen formal,” bebernya.

 

Karena itu, Harris menyarankan pembahas RUU memperjelas definisi pasal-pasal kontroversial. Misalnya istilah “tidak seimbang” harus punya ukuran objektif, seperti laporan pajak, standar profesi, atau data ekonomi. Perlindungan kepada pihak ketiga dan ahli waris juga harus ditegaskan, agar harta orang beritikad baik tidak boleh dirampas.

“Pun demikian soal pembuktian. Harus tetap menjadi beban aparat penegak hukum. Karena siapa yang menuduh wajib membuktikan, bukan rakyat. Termasuk adanya putusan pengadilan independen sebagai syarat mutlak perampasan. Tidak boleh ada perampasan tanpa persetujuan hakim,” tegas pria yang juga advokat itu.

Lebih lanjut, ia menekankan proses perampasan harus transparan dan akuntabel, serta terbuka bagi pengawasan media dan masyarakat. Negara juga wajib menyediakan bantuan hukum gratis, terutama bagi rakyat kecil yang terdampak.

“Terakhir, sosialisasi dan literasi hukum harus dikerjakan secara masif. Rakyat harus tahu hak-haknya, agar tidak mudah ditakut-takuti. Sebab ibarat pedang bermata dua, rakyat kecil bisa dikriminalisasi hanya karena lemah administrasi, sementara orang kaya bisa melindungi asetnya dengan pengacara dan dokumen,” pungkasnya.
 

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement