Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

KPK: Tersangka Gunakan Uang Korupsi Kredit PT BPR Jepara Artha untuk Umrah

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Jum'at, 19 September 2025 |06:38 WIB
KPK: Tersangka Gunakan Uang Korupsi Kredit PT BPR Jepara Artha untuk Umrah
Ilustrasi Korupsi/Dok Okezone
A
A
A

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pencairan kredit usaha di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha tahun 2022–2024. Para tersangka diduga sempat menunaikan ibadah umrah dengan uang hasil korupsi tersebut.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan kasus ini bermula ketika BPR Jepara Artha menerima penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Jepara sebesar Rp 24 miliar. Pada 2021, Jhendik Handoko (JH) selaku Direktur Utama BPR Jepara Artha menerapkan kebijakan pemberian kredit jenis Kredit Usaha dengan sistem sindikasi.

"Selama dua tahun berjalan, terdapat penambahan outstanding kredit usaha kepada dua grup debitur secara signifikan, sebesar sekitar Rp 130 miliar, yang dicairkan melalui 26 debitur terafiliasi. Performa atau kolektibilitas kredit tersebut memburuk hingga akhirnya gagal bayar/macet, sehingga menurunkan kinerja BPR Jepara," kata Asep, Kamis (18/9/2025).

JH kemudian sepakat dengan Mohammad Ibrahim Al’Asyari (MIA), Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang, untuk mencairkan kredit fiktif. Sebagian dana digunakan oleh manajemen BPR Jepara pada awal 2022 untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan, sementara sebagian lainnya digunakan oleh MIA.

"Sebagai pengganti dana yang digunakan, JH menjanjikan agunan kredit yang telah dilunasi dengan dana kredit fiktif kepada MIA," ucap Asep.

BPR Jepara Artha kemudian mencairkan 40 kredit fiktif senilai total Rp 263,6 miliar kepada pihak-pihak yang identitasnya dipinjam MIA pada periode April 2022–Juli 2023. Asep menyebut, pencairan dilakukan tanpa analisa yang sesuai dengan kondisi debitur sebenarnya.

"Debitur berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, ojek online, bahkan pengangguran, namun dibuat seolah-olah layak menerima kredit rata-rata sebesar Rp 7 miliar per orang," tuturnya.

MIA kemudian dibantu Ahmad Miska Al Wafda, Joko Listyono, dan Jonathan Theofilus Reuben untuk mencari calon debitur yang bersedia meminjamkan identitas dengan imbalan fee sekitar Rp 100 juta per debitur. Mereka diminta menyiapkan dokumen pendukung seperti izin usaha, rekening koran fiktif, foto usaha milik orang lain, dan dokumen keuangan yang dimanipulasi agar seolah-olah layak.

Untuk merealisasikan kredit, JH memerintahkan Iwan (IN) selaku Direktur Bisnis dan Operasional, Ahmad Nasir (AN) selaku Kepala Divisi Bisnis, Literasi dan Inklusi Keuangan, serta Ariyanto Sulostiyono (AS) sebagai Kepala Bagian Kredit, untuk berkoordinasi langsung dengan MIA. Mereka kemudian diminta memproses dan menyetujui permohonan kredit tersebut.

Asep mengungkapkan, pencairan dana dari debitur fiktif dibagi ke dua jalur. Sebagian ditransfer ke rekening bank umum atas nama debitur, lalu diteruskan ke rekening MIA, menyisakan sekitar Rp 100 juta untuk fee debitur. Sebagian lainnya ditahan di rekening simpanan debitur di BPR Jepara, dikelola oleh AN, lalu dipindahkan ke rekening penampungan.

Selama April 2022 hingga Juli 2023, total plafon kredit yang dicairkan ke 40 debitur fiktif mencapai Rp 263,5 miliar.

Dana tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain Biaya provisi sebesar Rp 2,7 miliar, premi asuransi ke Jamkrida sebesar Rp 2,06 miliar (dengan kickback ke JH Rp 206 juta), biaya notaris sebesar Rp 10 miliar (dengan kickback ke IN Rp 275 juta dan ke AN Rp 93 juta), dan Fee 40 debitur fiktif sebesar Rp 4,85 miliar.

Sementara itu, JH menggunakan sekitar Rp 95,2 miliar untuk memperbaiki performa kredit macet, melunasi kredit bermasalah, membeli mobil Honda Civic Turbo, dan menarik tunai Rp 1 miliar. Pengelolaan dana ini dicatat dan dikoordinasikan oleh AN.

MIA disebut menggunakan Rp 150,4 miliar untuk membeli tanah sebagai agunan debitur fiktif (senilai Rp 60 miliar), membayar angsuran (Rp 70 miliar), membeli aset pribadi, serta memutar dana melalui rekening pribadi, PT BMG, dan perusahaan lain agar tampak seperti transaksi dagang beras.

"Terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, MIA memberikan sejumlah uang kepada para tersangka. JH menerima Rp 2,6 miliar, IN Rp 793 juta, AN Rp 637 juta, AS Rp 282 juta, serta uang untuk umrah JH, IN, dan AN sebesar Rp 300 juta," ungkap Asep.

Ia menambahkan, proses perhitungan kerugian keuangan negara masih dilakukan oleh BPK RI. Namun, nilai kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai sekurang-kurangnya Rp 254 miliar.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Fetra Hariandja)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement