Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sidang Praperadilan, Status Tersangka Nadiem Dipertanyakan Berdasarkan Politik Atau Hukum

Ari Sandita Murti , Jurnalis-Selasa, 07 Oktober 2025 |14:30 WIB
Sidang Praperadilan, Status Tersangka Nadiem Dipertanyakan Berdasarkan Politik Atau Hukum
Sidang praperadilan Nadiem Makarim di PN Jaksel (Foto : Ari Sandita/Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menyebutkan, ada empat kriteria dalam menilai penetapan tersangka mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim sesuai aturan ataukah tidak. Nadiem sebelumnya ditetapkan tersangka kasus dugaan korupsi chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Apakah penetapan tersangka ini tujuan yang murni penegakan hukum atau politisasi hukum. Karena cukup banyak orang ditetapkan tersangka itu karena alasan-alasan politik, bukan karena alasan hukum," ujar Chairul dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).

Pernyataan itu disampaikan Chairul saat ditanyai tim pengacara Nadiem tentang kriteria umum pengujian upaya paksa penetapan tersangka. Begitu juga dengan bagaimana pengujian alat bukti yang dijadikan dasar penyidik dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

Chairul mengatakan, berdasarkan ketentuan KUHAP, setidaknya ada empat kriteria yang secara teoritik menjadi kriteria umum untuk menilai penetapan tersangka. Pertama tujuannya, apakah murni penegakan hukum ataukah politisasi hukum, salah satunya dalam kasus Budi Gunawan dahulu.

"Salah satu kasus pertama dari tidak sahnya penetapan tersangka yang diputuskan di pengadilan ini terkait penetapan tersangka Bapak Budi Gunawan, itu disimpulkan bukan dilakukan atas tujuan hukum. Penetapan tersangka itu bagian dari penyidikan, maka dia harus butuh tujuan penyidikan, bukan untuk tujuan lain," tuturnya.

Kedua, kata dia, dasar hukum, baik dasar hukum berkenaan kewenangan penyidik maupun dasar hukum berkenaan penindakan terhadap proses penetapan tersangka. Dia mencontohkan, penyidik Kejagung hanya untuk tindak pidana tertentu saja kewenangannya, seperti korupsi hingga TPPU bersumber dari korupsi atau pelanggaran HAM berat, tapi tidak berwenang menetapkan tersangka dalam tindak pidana lain.

"Lalu, dasar hukum berkenaan dengan tindakan penyidikan itu sendiri. Sprindik misalnya karena ada banyak sekali kasus di mana ternyata dari sisi lain tentunya sprindiknya diberikan kepada orang yang statusnya bukan penyidik. Misalnya institusi lain, bukan institusi kejaksaannya yang saya maksud," jelasnya.

Lalu, bebernya, kaitannya dengan alat bukti, yang mana harus ada dua alat bukti sesuai diamanahkan putusan MK 21. Keempat, berkaitan prosedur, termasuk pemeriksaan terhadap calon tersangka, seseorang harus diperiksa dahulu sebagai calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

"Misalnya calon, pemeriksaan calon tersangka. Ini bagian dari prosedur. Termasuk ketika dia ditetapkan sebagai tersangka dengan jelas menyebutkan dipersangkakan tindak pidana apa. Karena itu juga bagian dari prosedur yang harus dipenuhi penyidik untuk kemudian menetapkan orang sebagai tersangka," katanya.

Ia menambahkan, saat ada kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka hakim praperadilan bisa memutuskan gugatan praperadilan tersebut. "Nah salah satu atau sebagian atau seluruh dari kriteria itu tidak terpenuhi, maka menurut saya hakim praperadilan, mempunyai kewenangan untuk menyatakan penetapan tersangkanya menjadi tidak sah," katanya.

(Arief Setyadi )

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement